Showing posts with label Religi. Show all posts
Showing posts with label Religi. Show all posts

Kisah Utsman Bin Affan Menjadi Kaya dengan Berbisnis dan Bersedekah

Belajar dari Sejarah Orang Terkaya di Dunia Utsman bin Affan

      Utsman bin Affan (عثمان بن عفان, bahasa Arab: , 574 – 656 / 12 Dzulhijjah 35 H; umur 81–82 tahun) adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang termasuk Khulafaur Rasyidin yang ke-3. Utsman adalah seorang yang saudagar yang kaya tetapi sangatlah dermawan. Ia juga berjasa dalam hal membukukan Al-Qur'an.
      Ia adalah khalifah ketiga yang memerintah dari tahun 644 (umur 69–70 tahun) hingga 656 (selama 11–12 tahun). Selain itu sahabat nabi yang satu ini memiliki sifat yang sangat pemalu.
      Utsman bin Affan adalah sahabat nabi dan juga khalifah ketiga dalam Khulafaur Rasyidin. ia dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonomi yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzunnurain yang berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah Saw yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.

Kelahiran

      Usman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama ibunya adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. ia masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan As-Sabiqun al-Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam). Rasulullah Saw sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati di antara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa?’ Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”
   
      Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah Saw ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad Saw untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka'bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.
      Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana Rasullullah Saw memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah. Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 950 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala membeli mata air yang bernama Rumah dari seorang lelaki suku Ghifar seharga 35.000 dirham. Mata air itu ia wakafkan untuk kepentingan rakyat umum.[2] Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.
      Setelah wafatnya Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilik khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdul Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdul Rahman bin Auff, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur.
   
      Ia adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). ia mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya; membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid; membangun pertanian, menaklukan Syiria, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf.
      Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah.

Kematian

      Khalifah Utsman kemudian dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Beliau diberi 2 ulimatum oleh pemberontak (Ghafiki dan Sudan), yaitu mengundurkan diri atau dibunuh. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada bulan Dzulhijah 35 H ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah Saw perihal kematian Utsman yang syahid nantinya. peristiwa pembunuhan usman berawal dari pengepungan rumah usman oleh para pemberontak selama 40 hari.usman wafat pada hari Jumat 18 Dzulhijjah 35 H.[3] Ia dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.

Kafilah Dagang Usman Bin Affan

      Di zaman khilafah ash-Shiddiq, kaum muslimin ditimpa kekeringan panjang yang membinasakan tanaman dan hewan-hewan ternak. Di suatu pagi, mereka menghadap kepada ash-Shiddiq, mereka berkata, “Wahai Khalifah Rasulullah, sesungguhnya langit tidak menurunkan airnya dan bumi tidak menumbuhkan, orang-orang sudah berada di jurang kebinasaan. Apa yang engkau lakukan?”
      Ash-Shiddiq memandang mereka dengan wajah yang teriris oleh kesedihan, dia menjawab, “Bersabarlah dan berharaplah pahala dari Allah. Aku berharap sore tidak tiba sehingga Allah telah mengangkat kesulitan yang menimpa kalian.”
      Siang hampir berlalu, berita terdengar bahwa sebuah kafilah dagang milik Utsman bin Affan datang dari Syam dan bahwa ia akan tiba di Madinah di pagi hari. Begitu shalat Shubuh ditunaikan, orang-orang langsung berhamburan berbondong-bondong menyambut kafilah.
      Para pedagang ikut menyambutnya, kafilah tersebut terdiri dari seribu ekor unta dengan gandum di punggungnya, minyak dan kismis.
      Unta-unta itu menderum di depan rumah Utsman bin Affan, para pelayan mulai menurunkan muatan di punggungnya. Para saudagar menemui Utsman, mereka berkata, “Juallah apa yang baru tiba kepada kami wahai Abu Amru.” Utsman menjawab, “Dengan senang hati, tetapi berapa keuntungan yang kalian tawarkan kepadaku?” Mereka menjawab, “Satu dirham dengan dua dirham.” Utsman berkata, “Ada yang berani lebih tinggi dari itu.” Maka mereka menaikkan tawaran. Utsman berkata, “Ada yang berani lebih tinggi dari tambahan kalian itu.” Mereka pun menaikkan tawaran. Utsman berkata, “Ada yang berani lebih tinggi dari itu.” Maka mereka berkata, “Wahai Abu Amru, di Madinah ini tidak ada pedagang lain selain kami dan tidak ada yang mendahului kami kepadamu. Lalu siapa yang berani lebih tinggi daripada kami?”
      Utsman menjawab, “Allah memberiku sepuluh dirham dengan setiap satu dirham. Ada yang berani lebih tinggi?” Mereka menjawab, “Tidak, wahai Abu Amru.” Maka Utsman berkata, “Sesungguhnya aku menjadikan Allah sebagai saksi bahwa aku mensedekahkan muatan kafilah kepada orang-orang miskin kaum muslimin, aku tidak mencari dinar atau dirham dari siapa pun. Aku hanya mencari pahala dan ridha Allah".

REFERENSI

Haekal, muhammad Husain : "Usman bin Affan", halaman 142-144. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa. ISBN : 978-979-8100-40-6

http://www.alsofwa.com/24670/ada-yang-berani-lebih.html

http://www.pesantrenbisnis.com/2013/01/cara-kaya-seperti-utsman-bin-affan-ra.html
_________________________________
Tulisan ini saya sediakan dalam bentuk file :

word : Kisah Kekayaan Ustman.docx
pdf : Kisah Kekayaan Ustman.pdf

Makalah - 'Ulumul Quran

Berikut ini adalah makalah tentang 'Ulumul Quran
untuk mendapatkan filenya silakan didownload :
word : Makalah - 'Ulumul Quran.doc
pdf : Makalah - 'Ulumul Quran.pdf



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

      Pada masa Rasulullah masih hidup, zaman khulafaur rasyidin dan sebagian besar zaman Umayyah sehingga akhir abad pertama hijrah, hadits-hadits nabi tersebar melalui mulut kemulut (lisan). Ketika itu umat Islam belum mempunyai inisiatif untuk menghimpun hadits-hadits nabi yang bertebaran. Mereka merasa cukup dengan menyimpan dalam hafalan yang terkenal kuat. Dan memang diakui oleh sejarah bahwa kekuatan hafalan para sahabat dan para tabi'in benar-benar sulit tandingannya.
      Hadits nabi tersebar ke berbagai wilayah yang luas dibawa oleh para sahabat dan tabi'in ke seluruh penjuru dunia. Para sahabat pun mulai berkurang jumlahnya karena meninggal dunia. Sementara itu, usaha pemalsuan terhadap hadits-hadits nabi makin bertambah banyak, baik yang dibuat oleh orang-orang zindik dan musuh-musuh Islam maupun yang datang dari orang Islam sendiri.
      Yang dimaksud dengan pemalsuan hadits ialah menyandarkan sesuatu yang bukan dari Nabi SAW kemudian dikatakan dari Nabi SAW. Berbagai motifasi yang dilakukan mereka dalam hal ini. Ada kalanya kepentingan politik seperti yang dilakukan sekte-sekte tertentu setelah adanya konflik fisik (fitnah) antara pro-Ali dan pro-Muawiyyah, karena fanatisme golongan, madzhab, ekonomi, perdagangan dan lain sebagainya pada masa berikutnya atau unsur kejujuran dan daya ingat para perawi hadits yang berbeda. Oleh karena itu, para ulama bangkit mengadakan riset hadits-hadits yang beredar dan meletakkan dasar kaidah-kaidah yang ketat bagi seorang yang meriwayatkan hadits yang nantinya ilmu itu disebut Ilmu Hadits.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.  Pengertian Ulumul Hadits
2. Macam-Macam Ilmu Hadits
3. Cabang-Cabang Ilmu Hadits


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ulumul Hadits

      Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi Ulama Hadits (arabnya : 'Ulum al-Hadits). 'Ulum al-Hadits terdiri atas dua kata, yaitu 'Ulum dan al-Hadits. Kata 'Ulum dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari 'ilm, jadi berati "ilmu-ilmu"; sedangkan al-Hadits di kalangan Ulama Hadits berarti "segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW dari perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat. Dengan demikian Ulumul Hadits adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan hadits Nabi SAW.
Menurut Ulama Mutaqaddimin Ilmu Hadits adalah:
Artinya: "Ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasul SAW dari segala hal ihwal para perawinya, kedhabitan, keadilan, dan dari bersambung tidaknya sanad dan sebagainya."
      Pembukaan hadits di sekitar abad ke dua hijriyah yang dilakukan para pemuka hadits dalam rangka menghimpun dan membukukannya semata-mata di dorong oleh kemauan yang kuat agar hadits nabi itu tidak hilang begitu saja bersama wafatnya para penghafalnya. Mereka menghimpun dan membukukan semua hadits yang mereka dapatkan beserta riwayat dan sanadnya masing-masing tanpa mengadakan penelitian terlebih dahulu terhadap pembawanya (para rawi) begitu pula terhadap keadaan riwayat dan marwinya. Barulah di sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriyah sebagian Muhadditsin merintis ilmu ini dalam garis-garis besarnya saja dan masih berserakan dalam beberapa mushafnya. Diantara mereka adalah Ali bin Almadani (238 H), Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam At-Turmudzi dan lain-lain.
      Adapun perintis pertama yang menyusun ilmu ini secara fak(spealis) dalam satu kitab khusus ialah Al-Qandi Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzy(360 H) yang di beri nama dengan Al-Muhaddisul Fasil Bainar Wari Was Sami'. Kemudian bangkitlah Al-Hakim Abu Abdilah an-Naisaburi (321-405 H) menyusun kitabnya yang bernama Makrifatu Ulumil Hadits. Usaha beliau ini diikuti oleh Abu Nadim al-Asfahani (336-430 H) yang menyusun kitab kaidah periwayatan hadits yang diberi nama Al-Kifayah dan Al-Jam'u Liadabis Syaikhi Was Sami' yang berisi tentang tata cara meriwayatkan hadits.

B.     Macam-Macam Ilmu Hadits

      Ilmu hadits yakni ilmu yang berpautan dengan hadits. Apabila dilihat kepada garis besarnya, Ilmu Hadits terbagi menjadi dua macam. Pertama, Ilmu Hadits Riwayat (riwayah). Kedua, Ilmu Hadits Dirayat (dirayah).
1.      Ilmu Hadits Riwayah
Ilmu Hadits Riwayah ialah.
Artinya: "Ilmu yang menukilkan segala apa yang disandarkan kepada Nabi SAW baik  perkataan, perbuatan, taqrir, ataupun sifat tubuh anggota ataupun sifat Perangai."
Ibnu Akfani berkata:
Artinya: "Ilmu hadits yang khusus dengan riwayat ialah: Ilmu yang melengkapi penukilan perkataan-perkataan Nabi SAW perbuatan-perbuatannya, periwayat-periwayat hadits, pengdlabitannnya  dan penguraian lafadz-lafadznya."
Kebanyakan ulama menta'rifatkan ilmu hadits riwayah sebagaimana:
Artinya: "Ilmu hadits riwayah adalah suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda nabi, taqrir-taqrir nabi dan sifat-sifat nabi."
      Maudhu'nya (obyeknya) adalah pribadi Nabi SAW yakni perkataan, perbuatan, taqrir dan sifat Beliau, karena hal-hal inilah yang dibahas didalamnya. Adapun faedah mempelajari ilmu hadits riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah dari sumbernya yang pertama yaitu Nabi Muhammad SAW.
2.      Ilmu Hadits Dirayah
Ilmu Hadits Dirayah biasa juga disebut sebagai Ilmu Musthalah al-Hadits, Ilmu Ushul al-Hadits, Ulum al-Hadits, dan Qawa'id al-Hadits at-Tirmidzi mendefinisikan ilmu ini dengan
Artinya: "Undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan sifat-sifat perawi dan lain-lain."
Ibnu al-Akfani mendefinisikan ilmu ini  sebagai berikut
Artinya: "Ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-ayarat, macam-macam dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi baik syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya."
Kebanyakan ulama menta'rifkan Ilmu Hadits Dirayah sebagai berikut:
Artinya: "Ilmu Hadits Dirayah adalah ilmu untuk mengetahui keadaan sanad dan matan dari jurusan diterima atau ditolak dan yang bersangkutpaut dengan itu."
      Maudhu'nya (objeknya) adalah mengetahui segala yang berpautan dengan pribadi Nabi SAW, agar kita dapat mengetahuinya dan memperoleh kemenangan dunia akhirat. Dengan mempelajari Hadits Dirayah ini, banyak sekali faedah yang diperoleh antara lain:
1.      Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa ke masa sejak masa Rasul SAW sampai sekarang.
2.      Dapat mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam  mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan hadits.
3.      Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadits lebih lanjut.
4.      Dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai dan kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman dalam beristimbat.
5.      Dari beberapa faedah diatas apabila diambil intisarinya, maka faedah mempelajari Ilmu Hadits Dirayah adalah untuk mengetahui kualitas sebuah hadits, apakah ia maqbul (diterima) dan mardud (ditolak), baik dilihat dari sudut sanad maupun matannya.
6.      Dengan melihat uraian Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah diatas, tergambar adanya kaitan yang sangat erat antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini karena setiap ada periwayatan hadits tentu ada kaidah-kaidah yang dipakai dan diperlukan baik dalam penerimaannya maupun penyamapaiannya kepada pihak lain. Sejalan dengan perjalanan Ilmu Hadits Riwayah, Ilmu Hadits Dirayah juga terus berkembang menuju kesempurnaanya, sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan langsung dengan perjalanan Hadits Riwayah. Oleh karena itu, tidak mungkin Ilmu Hadits Riwayah berdiri tanpa Ilmu Hadits Dirayah, begitu juga sebaliknya.

C.    Cabang-Cabang Ilmu Hadits
      Pada perkembangan selanjutnya, para ulama menyusun dan merumuskan cabang-cabang ilmu hadis. Karena hal ini dirasa perlu untuk mengetahui sejauh mana suatu hadis dapat dikatakan maqbul (diterima) atau mardud (ditolak). Sehingga muncullah berbagai macam cabang ilmu hadis. Sebelum itu yang lebih dahulu muncul adalah ilmu Hadist riwayah dan ilmu hadist dirayah, dan setelah itu barulah cabang cabang ilmu hadist  seperti : Ilmu Rijal Al-Hadist, Ilmu Al-Jarh Wa Al-Ta'dil, Ilmu Tarikh Al-Ruwah, Ilmu 'Ilal Al-Hadist, Ilmu Al-Nasikh Wal Al-Mansukh, Ilmu Asbab Wurud , Gharib Al-Hadits, Ilmu At-Tashif Wa At-Tahrif dan Ilmu Mukhtalif Al-Hadist. Secara singkat cabang cabang ilmu hadist diatas akan diuraikan sebagai berikut :
1.      Ilmu dan Kaidah Hadis Tentang Rawi dan Sanad
a.       Ilmu Rijal Al-Hadist
      Munzier suparta (2006:30) menyatakan Ilmu Rijal Al-Hadist adalah ilmu untuk mengetahui para perawi haidst dalam kapasitasnya sebagai  perawi hadist.
      Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir (1998:57) Ilmu Rijal Al-Hadist adalah ilmu yang membahas tentang para perawi hadist, baik dari sahabat, tabi'in, maupun dari angkatan sesudahnya.
      Sedangkan muhadditsin, sebagaimana dikutip dalam buku Endang Soetari (1994:233) mentarifkan Ilmu Rijal Al-Hadist meliputi Ilmu Thabaqah dan Ilmu Tarikh Ar-Ruwah. Ilmu Thabaqah adalah ilmu yang membahas tentang kelompok orang orang yang berserikat dalam satu alat pengikat yang sama. Sedangkan Ilmu Tarikh Ar-Ruwah adalah ilmu yang membahas tentang biografi para perawi hadist. Adapun materi dari ilmu ini adalah :

a) Konsep tentang rawi dan thabaqah
b) Rincian thabaqah rawi
c) Biografi yang telah terbagi pada tiap thabaqah

      Dari berbagai definisi diatas, pada dasarnya Ilmu Rijal Al-Hadist adalah ilmu yang membahas tentang para perawi hadist dalam memelihara dan menyampaikannya kepada orang lain dengan menyebutkan sumber-sumber pemberitaannya.

      Kedudukan ilmu ini sangat penting dalam lapangan ilmu hadist, karena, sebagaimana diketahui bahwa objek kajian hadist, pada dasarnya ada dua hal yaitu matan dan sanad. Munzier Suparta (2006:30) menyatakan Ilmu Rijal Al-Hadist ini lahir bersama sama dengan periwayatan hadist dalam islam dan mengambil posisi khusus untuk mempelajari persolan-persoalan disekitar sanad.
      Dengan ilmu ini kita dapat mengetahui keadaan para perawi yang menerima hadist dari Rasullah SAW, dan keadaan para perawi yang menerima hadist dari para sahabat dan seterusnya. Dan dengan ilmu ini kita juga dapat mengetahui sejarah ringkas para perawi hadist, mazhab yang dipegang oleh para perawi, dan keadaan para perawi dalam menerima hadist.
      Kitab kitab yang disusun dalam ilmu ini beraneka ragam. Seperti halnya dikutip dalam buku Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir (1998:58) ada yang hanya  menerangkan riwayat-riwayat  ringkas para sahabat saja. Ada yang menerangkan riwayat-riwayat umum para perawi. Ada yang menerangkan para perawi yang dipercaya saja. Ada yang menerangkan riwayat para perawi yang lemah-lemah, atau para mudalis, atau para pemuat hadist maudu. Dan ada yang menerangkan sebab sebab dianggap cacat dan sebab sebab dipandang adil dengan menyebut kata kata yang dipahami untuk itu serta martabat perkataan. Seperti pada abad ke tujuh hijrah Izzudin Ibnu Atsir (630 H) mengumpulkan kitab-kitab yang telah disusun sebelum masanya dalam sebuah kitab besar yang bernama Usdul Gabah. Pada abad kesembilan hijrah, Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqolani menyusun kitabnya yang terkenal denagn nama Al Ishabah. Dalam kitab ini dikumpulkan al istiah dengan usdul gabah dan ditambah dengan yang tidak trdapat dalam kitab kitab tersebut. Kemudian kitab ini diringkas oleh As Suyuti dalam kitab Ainul Ishobah. Al bukhori dan Imam Muslim juga telah menulis kitab yang menerangkan nama-nama sahabat yang hanya meriwayatkan suatu hadist saja yang bernama Wuzdan.    
b.      Ilmu Jarh Wa At-Ta'dil
      Ilmu Al-Jarh Wa At-Ta'dil, pada hakikatnya merupakan satu bagian dari Ilmu Rijal Al-Hadist, akan tetapi, karena bagian ini dipandang penting, maka ilmu ini dijadikan sebagai ilmu yang yang berdiri sendiri. Adapun beberapa pengertian dari Ilmu Al-Jarh Wa At-Ta'dil adalah sebagai berikut :
      Munzier Suparta (2006:31) menyatakan Ilmu Al-jarh yang secara bahasa berarti luka, cela, atau cacat, adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kecacatan para perawi, seperti pada keadilan dan kedhabitannya. Para ahli hadist mendefinisikan Al-Jarh dengan kecacatan pada para perawi hadist, disebabkan oleh suatu yang dapat merusak keadilan atau kedhabitan perawi. Sedangkan At-Ta'dil yang secara bahasa berarti menyamakan dan menurut istilah berarti lawan dari Al-Jarh yaitu pembersihan atau pensucian perawi dan ketetapan bahwa dia adil atau dhabit. Sementara ulama lain mendefinisikan Al-Jarh dan At-Ta'dil dalam satu definisi yaitu ilmu yang membahas tentang para perawi dari segi yang dapat menunjukan keadaan mereka, baik yang dapat mencacatkan atau membersihkan mereka dengan ungkapan atau lapadz-lapadz tertentu.
      Dari beberapa definisi diatas dapat diketahui bahwa ilmu ini digunakan untuk menetapkan apakah periwayatan seorang perawi itu dapat diterima atau ditolak sama sekali. Apabila seorang perawi "dijarh" oleh para ahli sebagai rawi yang cacat, maka periwayatannya harus ditolak, dan sebaliknya apabila dipuji, maka hadistnya dapat diterima selama syarat-syarat yang lain dipenuhi.
      Munzier Suparta (2006:32) menyatakan kecacatan rawi itu bisa diketahui melalui perbuatan-perbuatan yang dilakukannya, biasanya dikatagorikan kedalam lingkup perbuatan : Bid'ah yakni melakukan perbuatan tercela atau diluar ketentuan syariah; Mukhalafah, yakni berbeda dengan periwayatan dari rawi yang lebih tsiqah; Qhalath, yakni banyak melakukan kekeliruan dalam meriwayatkan hadist; Jahalat al-hal, yakni tidak diketahui identitasnya secara jelas dan lengkap; dan Da'wat Al-Inqitha, yakni diduga penyandaran (sanad)-nya tidak bersambung.
      Adapun orang-orang yang melakukan Tajrih dan Ta'dil harus memenuhi syarat sebagai berikut : Berilmu pengetahuan, Taqwa Wara, Jujur, Menjauhi sifat fanatik golongan, dan Mengetahui ruang lingkup Ilmu Al-Jarh Wa At-Ta'dil.
      Kitab-kitab yang disusun dalam ilmu ini berbeda beda, sebagian ada yang kecil, hanya terdiri dari satu jilid dan hanya mencakup beberapa ratus orang rawi. Sebagian yang lain menyusunnya menjadi beberapa jilid besar yang mencakup antara sepuluh sampai dua puluh ribu Rijalus Sanad. Disamping itu sistematis  pembahasannya juga berbeda beda. Ada sebagian yang menulis rawi-rawi yang tsiqah saja dan ada juga yang mengumpulkan keduanya. Fathur Rahman (1987:279) menyebutkan kitab-kitab itu, antara lain :
1.      Ma'rifatur-rijal, karya Yahya Ibnu Ma'in.
2.      Ad-Dluafa, karya Imam Muhammad Bin Ismail Al Bukhari (194 - 252 H)
3.      At-tsiqat, karya Abu Hatim Bin Hibban Al-Busty (304 H)
4.      Al-jarhu wat tadil, karya Abdur Rahman Bin Abi Hatim Ar Razy (240 - 326 H)
5.      Mizanul itidal, karya Imam Syamsudin Muhammad Adz Dzahaby (673 - 748 H)
6.      Lisanul mizan, karya Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani (773 - 852 H)

c.       Ilmu Tarikh Ar-Ruwah
      Ilmu Tarikh Ar-Ruwah merupakan masih bagian dari Ilmu Rijal Al-hadist. Ilmu ini mengkhususkan pembahasannya secara mendalam pada sudut kesejarahan dari orang-orang yang terlibat dalam periwayatan.
      Munzier Suparta (2006:34) menyatakan Ilmu Tarikh Ar-ruwah adalah ilmu untuk mengetahui para perawi hadist yang berkaitan dengan usaha periwayatn mereka terhadap hadist. Mengenai hubungan antara ilmu ini dengan ilmu Thabaqah Ar-Ruwah, sebagaimana dikutip masih  dari buku yang sama, bahwa terdapat berbagai perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Ada ulama yang membedakan secara khusus, tetapi ada juga yang mempersamakannya. Menurut As-Suyuti, antara Ilmu Thabaqat Ar-ruwah dengan Ilmu Tarikh Ar-ruwah adalah sama saja dengan antara umum dan khusus, keduanya bersatu dalam pengertian yang berkaitan dengan para perawi, tetapi Ilmu Tarikh Ar-Ruwah menyendiri dalam hubungannya dengan kejadian-kejadian yang baru. Menurut Al-Shakawi, bahwa ulama mutakhirin membedakan antara kedua disiplin ilmu tersebut. Menurut mereka bahwa Ilmu Tarikh Ar-Ruwah, melalui eksistensinya memperhatikan hal ihwal perawi, dan melalui sifatnya memperhatikan kelahiran dan wafatnya mereka.
      Jadi dengan ilmu ini dapat diketahui keadaan dan identitas para perawi, seperti kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, masa/waktu mereka mendengar hadist dari gurunya, siapa yang meriwayatkan hadist darinya, tempat tinggal mereka, tempat mereka mengadakan lawatan, dan lain sebagainya. Dan ilmu ini juga merupakan senjata yang ampuh untuk mengetahui keadaan rawi yang sebenarnya, terutama untuk membongkar kebohongan para perawi.      
2.      Ilmu Kaidah Tentang Matan
a.       Gharib Al-Hadits
Menurut Endang Soetari (2005:210), Ilmu Gharib al-Hadist adalah:
"Ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan Hadist yang sukar diketahui maknanyadan yang kurang terpakai oleh umum'.
Yang dibahas oleh ilmu ini adalah lafadh yang musykil dan susunan kalimat yang sukar dipahami, tujuannya untuk menghindarkan penafsiran menduga-duga. Pada masa tabi'in dan abad pertama hijriyah, bahasa arab yang tinggi mulai tidak dipahami oleh umum, hanya diketahui secara terbatas. Maka orang yang ahli mengumpulkan kata-kata yang tidak dapat dipahami oleh umumtersebut dan kata-kata yang kurang terpakai dalam pergaulan sehari-hari. Endang Soetari juga menyebutkan beberapa upaya para ulama Muhaditsin untuk menafsirkan keghariban matan Hadits, antara lain:
1.   Mencari dan menelaah hadits yang sanadnya berlainan dengan yang bermatan gharib
2.   Memperhatikan penjelasan dari sahabat yang meriwayatkan Hadits atau shahabat lain yang tidak meriwayatkan,
3.   Memperhatikan penjelasan dari rawi selain shahabat.
      Di sisi lain, dalam buku Ilmu Hadis karya Mudasir (2005:57), menurut Ibnu Shalah, yang dimaksud dengan Gharib al-hadis ialah: "Ilmu untuk mengetahui dan menerangkan makna yang terdapat pada lafal-lafal hadis yang jauh dan sulit dipahami karena (lafal-lafal tersebu) jarang digunakan." Mudasir menyatakan bahwa bahwa ilmu ini muncul atas usaha para ulama setelah Rasulullah SAW. Wafat ketika banyaknya bangsa-bangsa yang bukan arab memeluk Islam serta banyaknya orang yang kurang memahami istilah atau lafal-lafal tertentu yang gharib atau sukar dipahami.
      Imam Al-Nawawi menyebutkan dalam bukunya (2001:116) bahwa Hadis gharib adalah Hadis yang diriwayatkan dari al-Zuhri atau rawi yang selevel dengan al-Zuhri dimana Hadis-hadisnya itu dikumpulkan oleh seorang rawi. Hadis gharib terbagi ke dalam dua begian, shahih dan tidak shahih. Dalam kategori tidak shahih, hadis gharib bisa berupa Hadis hasan juga bisa dla'if. Namun umumnya Hadis gharib tidak shahih. Hdis ini juga terbagi ke dalam dua klasifikasi berdasarkan pada pada kualitas sanad dn matan Hadis tersebut. Pertama , Hadis gharib baik dari segi matannya maupun sanadnya. Ini seperti pada Hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi. Kedua, Hadis yang kegharibannya terdapat pada sanadnya saja, seperti pada Hadis yang matannya diriwayatkan oleh sekelompok sahabat, di mana salah seorang di antara mereka meriwayatkannya secara tunggal Hadis itu. Dalam kaitan ini, Ai-Titmidzi biasanya menggunakan teknis gharibun min badza al-wajh (gharib berdasar tinjauan ini. Namun sampai ssat ini tidak ditemukan Hadis gharib dalam segi matannya saja, tapi sanadnya tidak gharib. Kecuali jika ada Hadis tunggal yang populer di mana Hadist itu diriwayatkan oleh banyak rawi, maka hadis itu disebut Hadis gharib yang masyhur dan juga gharib secara matannya saja tidak beserta sanadnya, jika dilihat dari salah satu dari dua jalurnya, seperti Hadis Innama al-a'malu bi al-niyyat.
      Definisi lain diungkapkan oleh Wahyudin Darmalaksana (2004:39), bahwa Hadits Gharib yaitu hadits yang terdapat penyendirian rawi dalam sanadnya di mana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi, daik karena penyendirian sifat atau keadaan yang berbeda dengan sifat dan keadaan rawi lainnya, ataupun juga karena penyendirian personalia itu sendiri. Berdasarkan pada bentuk penyendirian tersebut, kemudian hadits gharib terbagi pada dua macam: pertama, Hadits Gharib Mutlaq yakni hadits yang didalamnya  terdapat penyendirian sanad dalam jumlah personalianya. Kedua, Hadis Gharib Nisbi yakni Hadis yang terdapat penyendirian dalam dalam satu sifat atau keadaan tertentu.
b.      Ilmu Asbab Wurud Al-Hadits
      Menurut ahli bahasa, asbab diartikan dengan al-habl (tali), yang menurut lisan Al-Arab berarti saluran, yang artinya adalah segala sesuatu yang menghubungkan satu benda dengan benda yang lainnya. Adapun arti asbab menurut istilah adalah Segala sesuatu yang mengantar pada tujuan.Kata wurud (sampai, muncul) berarti : "Air yang memancar atau yang mengalir." Dalam pengertian yang lebih luas, As-Suyuti menyebutkan pengertian asbab wurud al-hadist, yaitu Sesuatu yang membatasi arti suatu hadist, baik berkaitan dengan arti umum atau khusus, mutlak atau muqqayyad, dinasakhkan, dan seterunya, atau suatu arti yang dimaksud oleh sebuah hadist saat kemunculannya."
      Dari pengertian asbab wurud al-hadist seperti di atas, dapat dibawa pada pengertian ilmu asbab wurud al-hadist, yakni suatu ilmu yang membicarakan sebab-sebab Nabi Muhammad SAW. Menuturkan sabdanya dan saat beliau menuturkannya, seperti sabda RasulullahSAW tentang menyucikan air laut, yaitu, " Laut itu suci airnya dan halal bangkainya". Hadist ini dituturkan oleh Rasulullah SAW ketika seorang sahabat sedang berada di tengah laut mendapatkan kesulitan berwudhu.
      Menurut As-Suyuti, urgensi asbab wurud terhadap hadist sebagai salah satu jalan untuk memahami kandungan hadist, sama halnya dengan urgensi asbab nuzul Al-Qur'an terhadap Al-Qur'an. Ini terlihat dari beberapa faedahnya antara lain dapat men-taksis arti yang umum, membatasi arti yang mutlak,menunjukkan perincian terhadap yang mujmal, menjelaskan kemusykilan, dan menunjukkan illat suatu hukum.Maka dengan memahami asbab wurud al-hadist ini, makna yang dimaksud atau dikandung oleh suatu hadist dapat dipahami dengan mudah. Namun, tidak semua hadist mempunyai asbab al-wurud, seperti halnya tidak semua ayat Al-Qur'an memiliki asbab an-nuzul-nya.
      Sedangkan menurut Endang Soetari (2005:212), Ta'rif  ilmu Asbab Wurud al-Hadist "Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan masa-masa Nabi menuturkan".  Ilmu ini titik berat pembahasannya pada latar belakang dan sebab lahirnya Hadist. Manfaat mengetahui asbab al-wurud Hadist antara lain untuk membantu memahami dan menafsirkan Hadits serta mengetahui hikmah-hikmah yang berkaitan dengan wurudnya hadist tersebut, atau mengetahui kekhususan konteks makna hadist. Perintis ilmu asbab Wurud al-Hadits adalah Abu Hamid ibn Kaznah al-Jubairi, dan Abu Hafash 'Umar ibn Muhammad ibn Raja' al-'Ukbari (339 H). Kitab yang terkenal adalah kitab al-nayan wa al-Ta'rif, susunan Ibrahim Ibn Muhammad al-Husaini (1120 H).
c.       Ilmu An-Nasikh Wa Al-mansukh
      Menurut Drs. H. Mudasir dalam bukunya Ilmu Hadist (2005:53), Yang dimaksud dengan ilmu an-naskh wa almansukh disini terbatas sekitar nasikh dan mansukh pada hadist. Beliau menyebutkan bahwa kata An-Nasakh menurut bahasa mempunyai dua pengertian, al-izzlah (menghilangkan), seperti (matahari menghilangkan bayangan) dan an-naql (menyalin), seperti (saya menyalin kitab) yang berarti saya menyalin isi suatu kitab untuk dipindahkan pada kitab lain. Pengertian An-Nasakh menurut bahasa, dapat kita jumpai  Dalam Al-Qur'an, antara lain dalam firman Allah SWT. Surat Al-Baqarah ayat 106: "Ayat mana saja yang Kami nasakhkan atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidaklah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu". (QS. Al-Baqarah : 106)
      Adapun An-Nasakh menurut Istilah, sebagaimana pendapat ulama ushul adalah:"Syari' mengangkat (membatalkan) suatu hukum syara' dengan menggunakan dalil syar'i yang datang kemudian."    
      Sedangkan menurut Endang Soetari dalam bukunya Ilmu Hadist (2005:213) menyebutkan bahwa Ta'rif ilmu Nasikh wa al-Mansukh: adalah:"Ilmu yang menerangkan Hadist-hadiat yang sudah dimansukhkan dan yang menasikhkannya."
      Beliau menyatakan bahwa ilmu ini bermanfaat untuk pengamalan Hadis bila ada dua Hadis Maqbul yang tanakud yang tidak dapat dikompromikan atau dijama'. Bila dapat dikompromikan, hanya sampai pada tingkat mukhtalif al-hadis, kedua hadis maqbul tersebut dapat diamalkan. Bila tidak bisa dijama' (dikompromikan, maka Hadist yang tanakud tadi ditarjih atau dinasakh. Bila diketahui mana diantara kedua Hadist yang diwurudkan duluan dan yang diwurudkan kemudian, maka yang wurud kemudian (terakhir) itulah yang diamalkan. Sedangkan yang duluan tidak diamalkan. Yang belakangan disebut nasikh, yang duluan disebut mansukh. Kaidah yang berkaitan dengan nasakh, antara lain berupa cara mengetaui nasakh, yakni penjelasan dari Rasulullah SAW sendiri, keterangan sahabat dan tarikh datangnya matan yang dimaksud.
4.      Ilmu Kaidah Tentang Sanad dan Matan
a.       Ilmu 'Ilal Al-Hadist
      Munzier Suparta (2006:35) menyatakan kata 'Ilal adalah bentuk jama dari kata Al-'Illah, yang menurut bahasa berarti penyakit atau sakit. Menurut Muhadditsin, istilah 'Illah berarti sebab yang tersembunyi atau samar-samar yang berakibat tercemarnya hadist. Adapun yang dimaksud dengan Ilmu Ilal Al-Hadist menurut Muhadditsin adalah ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, yang dapat mencacatkan keshahihan hadist, seperti mengatakan muttashil terhadap hadist yang munqathi, menyebutkan marfu terhadap hadist yang mauquf, memasukan hadist kedalam hadist lain, dan hal-hal yang seperti itu.
      Beberapa buku lainnya juga, seperti Muhammad Ahmad dan M.Mudzakir (1998:61) dan Endang Soetari menyatakan hal yang sama mengenai definisi Ilmu 'Ilal Al-Hadist. Jadi secara singkat, Ilmu Ilal Al-Hadist adalah ilmu yang membahas tentang suatu illat yang dapat mencacatkan kesahihan hadist.
Endang Soetari,  menyatakan illat yang terjadi pada sanad dan terjadi pula pada matan, yaitu :
a)      Lahir sanad shahih padahal terdapat rawi yang tidak mendengar sendiri dari guru.
b)      Hadist Mursal dimusnadkan lahirnya.
c)      Hadist mahfuzh dari shahabat tertentu diriwayatkan dari sahabat lain yang berbeda tempat tinggalnya.
d)     Hadist Mahfuzh dari sahabat tertentu diriwayatkan dengan paham tabi'in.
e)      Meriwayatkan dengan an-'anah suatu hadist yang sanadnya gugur seorang rawi atau beberapa orang.
f)       Berlainan sanadnya dengan sanad yang lebih kuat.
g)      Berlainan nama gurunya yang memberikan hadist dengan nama guru rawi-rawi tsiqah, atau nama guru tidak disebutkan dengan jelas.
h)      Meriwayatkan hadist yang tidak pernah didengar dari gurunya, walaupun gurunya itu benar-benar guru yang pernah memberikan beberapa hadist padanya.
i)        Meriwayatkan hadist dengan sanad lain, secara waham terhadap hadist yang sebenarnya, hanya mempunyai satu sanad.
j)        Memauqufkan hadist yang maufu.
      Adapun beberapa ulama yang menulis mengenai ilmu ini adalah Ibn Al-Madini (234 H), Ibn Abi Hatim (327 H) yakni kitab Ilal Al-Hadist. Imam Muslim (261 H), Al-Daruquthni (375 H), dan Muhammad Ibn Abd Allah Al-Hakim.
b.      Ilmu At-Tashif Wa At-Tahrif
      Menurut Mudasir (2005:57), Ilmu At-tashif wa at-tahrif adalah ilmu yang berusaha menerangkan hadis-hadis yang sudah diubah titik atau syakalnya (musahhaf) dan bentuknya (muharraf). Al-Hafizh Ibnu Hajar membagi ilmu ini menjadi dua bagian, yaitu ilmu at-tashif dan ilmu at-tahrif. Sebaliknya Ibnu Shalah dan pengikutnya menggabungkan kedua ilmu ini menjadi satu ilmu.Menurutnya, ilmu ini merupakan satu disiplin iilmu bernilai tinggi yang dapat membangkitkan semangat para ahli hafalan (huffaz). Hal ini karena hafalan para ulama terkadang terjadi kesalahan bacaan dan pendengarannya yang diterima dari orang lain.
      Sedangkan menurut Endang Soetari (2005:216) Ilmu Tashhif wa al-Tahrif adalah: "Ilmu yang menerangkan Hadis-hadis yang sudah diubah titiknya (musahhaf) dan bentuknya (muharraf)". Diantara kitab ilmu ini adalah kitab: al-Tashhif wa al-Tahrif, susunan al-Daruquthni (358 H) dan Abu Ahmad al-Askari (283 H).
      Sedangkan menurut Imam Al-Nawawi (2001:120), kesalahan tulis (tashhif) bisa saja terjadi pada kata atau lafadh dalam sebuah Hadis atau penglihatan rawi, baik dalam segi sanad maupun matannya. Diantara kesalahan tulis pada sanad adalah penulisan al-Awwam bin Murajim (dengan ra' dan jim pada kata Murajim) ditulis secara salah oleh Ibn al-Ma'in dengan za' dan ha' (Muzahim). Dan diantara kesalahan tulis pada matan adalah Hadis Zaid bin Tsabit berikut ini: Anna Rasulallah ihtajara fi al-masjid (Bahwa Rasulullah membuat kamar di salah satu ruangan masjid dari tikar atau yang sejenisnya di mana tempat itu dipergunakan untuk shalat). Ibnu Lahi'ah menulis secara salah kata ihtajara dengan menggantikannya menjadi ihtajama (berbekam).  Menurutnya, kadang kesalahan tulis terjadi karena salah dengar,  seperti Hadis dari Ashim al-Ahwal. Kadang pula kesalahan terjadi pada makna Hadis, seperti ungkapan Muhammad bin al-Mutsanna berikut ini, Nahnu qaumun lana syarafun, nahnu min 'anazah shalla ilaina Rasulullah (Kami adalah sekelompok orang yang memiliki kehormatan. Kami lahir dari kabilah Anazah di mana Rasulullah pernah shalat di kabilah kami). Kata 'anazah di sini dipahami secara salah oleh Muhammad bin al-Mutsanna. Padahal yang dimaksudkan dari Hadis bahwa Rasulullah shalat di depannya diberi tanda dengan tongkat. Bahkan ada orabg arab pedesaan yang salah memahami 'anazah. Ia mengira bahwa kata itu adalah 'anzah (dengan nun), yang berartri kambibg. Ia pun akhirnya, karena salah memahami makna Hadis yang dimaksud, shalat dengan disertai kambing kecil.
c.       Ilmu Mukhtalif Al-Hadis
      Mudasir (2005:58) mendefinisikan ilmu mukhtalif al-hadis sebagai ilmu yang membahas tentang hadis-hadis yang menurut lahirnya saling bertentangan atau berlawanan agar pertentangan tersebut dapat dihilangkan atau dikompromikan antara keduanya sebagaimana membahas hadis-hadis yang sulit dipahami isi atau kandungannya, dengan menghilangkan kemusykilan atau kesulitannya serta menjelaskan hakikatnya.
      Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa dengan menguasai ilmu mukhtalif al-hadis, maka hadis-hadis yang tampaknya bertentangan dapat diatasi dengan menghilangkan pertentangan itu sendiri. Begitu juga kemusykilan yang terlihat dalam suatu hadis dapat dihilangkan dan ditemukan hakikat dari kandungan hadis tersebut. Sebagian ulama menyamakan istilah ilmu mukhtalif al-hadis dengan ilmu musykil al-hadis, ilmu takwil al-hadis, ilmu talfiq al-hadis, dan ilmu ikhtilaf al-hadis. Akan tetapi, yang dimaksudkan oleh istilah-istilah di atas memiliki arti yang sama.
      Imam Al-Nawawi (2001:121) menyebutkan bahwa maksud dari Mukhtalaf al-Hadis adalah adanya dua Hadis yang bertentangan maknanya secara eksplisit. Tugas seorang ahli Hadis dalam masalah ini adalah menggabungkan dua Hadis yang bertentangan itu, atau mentarjih salah satunya. Hanya para imam yang mempunyai penguasaan mendalam pada bidang Hadis dan fikih, di samping para ahli ushul fikih yang memiliki kapasitas yang memadai dalam bidang semantik.
      Hadis mukhtalaf terbagi ke dalam dua bagian. Pertama, pertentangan yang memungkinkan untuk menggabungkan maksud dari dua hadis itu. Setelah menjadi jelas, bagian yang telah digabungkan itu wajib untuk diamalkan. Kedua, pertentangan yang memungkinkan untuk digabungkan dengan satu alasan. Karenanya, jika kita mengetahui salah satu dari kedua hadis itu menjadi penasikh, maka kita dahulukan Hadis penasih itu. Jika tidak, kita mengamalkan Hadis yang diunggulkan (rajih), seperti mentarjih karakteristik dan jumlah para rawi yang mencapai sekitar lima puluh jalur.


BAB III
PENUTUP
   

A.    KESIMPULAN

      Ilmu Hadits adalah ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Nabi SAW. Perintis pertama Ilmu Hadits adalah Al Qadi Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzy. Pada mulanya, Ilmu Hadits merupakan beberapa ilmu yang masing-masing berdiri sendiri, ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat parsial tersebut disebut dengan Ulumul Hadits, karena masing-masing membicarakan tentang hadits dan para perawinya. Akan tetapi pada masa berikutnya ilmu-ilmu itu digabungkan dan dijadikan satu serta tetap menggunakan nama Ulumul Hadits.
      Macam-macam Ilmu Hadits ada dua yaitu Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah. Adapun cabang-cabang dari Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah adalah:
1.  Ilmu Rijal al-Hadits                            6.   Gharib al-Hadits
2.  Ilmu Jarh wa at-Ta'dil                        7.   Nasikh wa al Mansukh
3.  Fann al-Mubhanat                               8.   Asbab Wurud al-Hadits
4.  Tashhif wa at-Tahrif                           9.   Talfiq al-Hadits
5.  'Ilal al-Hadits                                     10. Musthalah Ahli Hadits

B.     SARAN

      Sebagai manusia biasa kita menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Muhammad, dan Mudzakir, Muhammad. 2000. Ulumul Hadits. Bandung: CV Pustaka Setia
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2010. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra

Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi. 2003. Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Islam. Jakarta: PT Bulan Bintang

Suparta, Munzier. 2003. Ilmu Hadits. Jakarta: PT Raja Grafindo

Mudasir. 2005. Ilmu Hadis. Bandung: Pustaka Setia

Ahmad, Muhammad dan M. Mudzakir. 2000. Ilmu Hadis. Pustaka Setia. Bandung

Suprapta, Munzier. 2006. Ilmu Hadis. Grafindo Persada. Jakarta



Bacaan Tahtim Pendek

Tahtim Pendek, begitulah istilah yang saya pelajari di Madrasah Aliyah. Bacaan Tahtim yang satu ini tidak sepanjang dengan bacaan tahtim biasa. Adapun bacaan ini sering dipakai diacara tertentu, seperti kenduri kecil-kecilan dan takziyah. Sebenarnya bacaan ini sudah ada di Buku Yasin, tapi di buku Yasin yang kebanyakan saya temukan berisi Tahtim panjang. Untuk itu, saya menulis ulang Bacaan Tahtim Pendek ini untuk generasi penerus masyarakat Islam, khususnya di Kecamatan Kubu Babussalam, Rokan Hilir, Provinsi Riau.

Langsung saja ke intinya, Bacaan Tahtim ini sudah saya persiapkan dalam format PDF.
klik salah satu link berikut untuk mengunduh. Selamat Belajar,

Link 1 : Bacaan Tahtim Pendek.Pdf  (Google Drive) 
Link 2 : Bacaan Tahtim Pendek.Pdf  (Dropbox)

NASEHAT IMAM GHOZALI (dalam empat hal)

Ada 4 (empat) hal yang akan menambah kecerdasan akal :
1. Meniggalkan perkataan yang tidak perlu
2. Bersugi
3. Duduk dengan orang saleh
4. Duduk dengan para ulama

Ada 4 (empat) hal yang termasuk ibadah :
1. Tidak melangkah kecuali dengan berwudu' terlebih dahulu
2. Memperbanyak Sujud atau Shalat
3. Membiasakan diri di Masjid
4. Memperbanyak membaca Al Qur'an

Ada 4 (empat) hal yang menguatkan badan :
1. Memakan daging
2. Mencium bau-bauan
3. Memperbanyak mandi yang bukan bersetubuh
4. Memakai kain katun

Ada 4 (empat) hal yang melemahkan badan :
1. Banyak bersetubuh
2. Banyak berduka cita
3. Banyak minum air tanpa makan sesuatu
4. Terlalu banyak makan yang masam

Ada 4 (empat) hal yang menguatkan penglihatan :
1. Duduk kearah kiblat
2. Bercelak ketika tidur
3. Memandang pada yang hijau
4. Membersihkan pakaian

Ada 4 (empat) hal yang melemahkan penglihatan :
1. Melihat pada yang jijik
2. Memandang pada yang dipancung
3. Memandang kemaluan wanita
4. Duduk membelakangi kiblat

Ada 4 (empat) hal tentang tidur :
I. Tidur diatas kuduk yaitu tidur para Nabi yang mana mereka bertakafur tentang kejadian langit dan bumi.
2. Tidur diatas lambung kanan yaitu tidur para ulama dan 'abid (ahli ibadah)
3. Tidur diatas lambung kiri yaitu tidur para raja-raja untuk menghancurkan makanan yang mereka makan.
4. Tidur menelungkup yaitu tidurnya syaitan.

Menengok Orang Sakit Bikin Sehat

     Sebuah studi dari tim peneliti Kanada, baru-baru ini, menyebutkan bahwa menengok orang sakit bisa menaikkan imun [kekebalan] dalam tubuh. Artinya, menengok orang sakit bisa membuat Anda sehat.

      Dalam penelitian itu diuji dua kelompok. Kelompok pertama diperlihatkan gambar meja, kursi dan perangkat furnitur lain. Sementara kelompok kedua diperlihatkan gambar orang sakit cacar, disentri, bersin­bersin, flu dan penyakit lainnya.

     Peneliti mengambil sampel darah partisipan sebelum dan sesudah diperlihatkan gambar-gambar tersebut. Setelah selesai, peneliti kemudian memasukkan bakteri ke dalam darah untuk menguji imunitas dalam merespon bakteri tersebut.

     Hasilnya ternyata cukup mengejutkan. Para partisipan yang diperlihatkan gambar orang sakit ternyata memiliki imunitas yang lebih baik dibanding yang diperlihatkan gambar furnitur. Kekebalan tubuhnya tampak lebih kuat dalam menghadapi bakteri tersebut.

     Peneliti dari University of British Columbia menuturkan hal ini kemungkinan besar terjadi karena orang yang melihat orang sakit melakukan adaptasi evolusi terhadap lingkungannya. Karena itu, dengan sendirinya, daya imunitasnya akan meningkat, Penelitian ini sendiri sudah dipublikasikan dalam jurnal Psychological Science.

     Markus Schaller, sebagaimana dikutip Health24, menyebut hasil penelitian ini sangat baik dalam melihat bagaimana sistem kekebalan tubuh merespons sesuatu secara agresif terkait hal-hal yang bisa membuat seseorang bisa menjadi sakit, Sistem kekebalan tubuh manusia sendiri terdiri dari sel-sel khusus, protein, organ dan jaringan. Sistem ini berfungsi melindungi tubuh sekaligus menyerang kuman atau organisme yang bisa menyebabkan penyakit setiap harinya. Jika sistem kekebalan tubuh seseorang meningkat, maka sistem ini dapat melindungi atau mencegah terjadinya penyakit dan infeksi.

     Sel-sel yang terlibat dalam sistem kekebalan tubuh ini adalah sel darah putih (leukosit) yang memiliki tugas mencari serta menghancurkan organisme atau zat penyebab suatu penyakit.

Sunnah Nabi
    Menengok orang sakit sendiri adalah sunnah Nabi. Rasulullah bersabda, "Tidaklah seorang muslim mengunjungi orang muslim lain yang sedang sakit pada pagi hari melainkan ada 70 ribu melaikat yang bershalawat kepadanya hingga sore hari. jika ia mengunjunginya pada petang hari, maka ada 70 nbu malaikat yang bershalawat kepadanya hingga pagi hari, dan ia mendapatkan buah di surga ." (HR At-Tirmidzi dan Abu Daud).

     Menjenguk orang lain yang sedang menderita sakit adalah sunnah mulia yang sudah selayaknya untuk dilaksanakan setiap muslim. Kaum kerabat, keluarga, ternan serta tetangga yang sakit memiliki hak untuk ditengok sementara bagi kita yang sehat merupakan satu kewajiban untuk mengunjunginya. Selain menyatakan empati, mengunjungi orang sakit bisa mempererat silaturahmi, mendatangkan kegembiraan bagi si sakit, serta ternyata juga dapat berefek positif bagi kesehatan orang yang menjenguk.

     Sebuah hadits Qudsi menyebut, "Sesungguhnya, Allah berfirman pada hari Kiamat, "Wahai anak adam, Aku sakit. Mengapa engkau tidak menjenguk-Ku? Berkatalah anak Adam, 'Bagaimana aku menjenguk­ Mu, padahal Engkau adalah Rabb semesta alam?’ Allah menjawab, 'Apakah engkau tidak mengerti bahwa hamba-Ku si fulan sakit dan engkau tidak menjenguknya?' Apakah engkau tidak mengerti bahwa seandainya engkau menjenguknya, niscaya akan engkau dapati Aku bersamanya," (HR. Muslim). 

JANGAN TAKUT SALAH!

   Sebuah hadits menyebutkan: setiap manusia pasti melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang bersalah adalah yang memperbaiki diri, Hadits lain berbunyi: manusia adalah tempatnya dosa dan lupa.

     Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia; "salah" diartikan ke dalam lima hal, yaitu tidak benar, menyimpang dari yang seharusnya, luput, cacat, dan kekeliruan. "Bersalah" artinya berbuat keliru atau melakukan kekeliruan, Pendek kata, dari seqi bahasa, "salah" mengandung makna negatif. Melakukan "salah" ,berarti melakukan hal negatif. Karenanya, orang berusaha menghindari tindakan negatif, semisal mencuri, merampok, mengambil hak orang lain, mabuk-mabukan, berzina, dan sebagainya.

    Perbuatan "salah" yang dikategorikan Negatif itu pada hakikatnya mengacu pada aturan yang positif, yaitu agama, adat, rnaupun hukum negara. Namun, pernah kita berpikir bahwa perbuatan "salah merupakan bagian dari perbuatan “benar”? kok bisa?

      Mari kita telaah pelan-pelan. "Salah” adalah bagian dari justifikasi bahwa sesuatu itu adalah "tidak benar". Sementara itu, “tidak benar" merupakan kebalikan dari "benar", Kalau kita mengatakan satu perbuatan bahwa "A" itu "tidak benar", maka pada dasarnya "A" juga memiliki potensi "benar", Misalnya, "rumah itu bersih" dan "rumah itu kotor". "Bersih" adalah sesuatu, yang positif, sementara "kotor" adalah sesuatu yang negatif.

     Berbuat salah adalah hal yang manusiawi, Manusia tidak bisa lepas dari kesalahan. Karena, ketika dia benar, maka dia akan salah, Ketika dia salah, maka dia akan benar. Itulah sebabnya, Anda tidak perlu takut bila melakukan kesalahan, Karena, di balik hal, "salah ada "benar", Begitupun sebaliknya. Di balik perilaku kita yang' 'benar" bisa jadi ada nilai "salah",

      Yang terpenting bagi kita adalah, bahwa ketika kita melakukan kesalahan, maka kita harus selalu memperbaiki diri dan kian dekat dengan Allah, Sebab, orang tua kita, Adam dan Hawa pun terdampar ke muka bumi karena sebuah kesalahan. Adam adalah manusia, pertama yang berbuat dosa dan kesalahan dalam sejarah manusia. Namun, dari kesalahannya itu, Adam dan Hawa dapat memperbaiki diri, Ia bahkan menjadi manusia mulia. Jadi, jangan takut berbuat salah, Tapi, takutlah bila kita tidak bisa berbuat benar. Wallahu a 'lam.

Sehat Pagi Sampai Malam ala Rasulullah

      Terkadang kita terjebak dengan pikiran bahwa menjaga kualitas kesehatan itu sulit dan memerlukan biaya besar. Padahal Sejatinya sangat simpel. Nabi saw mencontohkan ini dalam kehidupannya dan dapat dengan mudah kita tiru.

1. Bangun Shubuh
      Tips ini tentulah paling terkenal. Dengan bangun pagi, pikiran dan perasaan juga biasanya lebih segar dan rileks. Bangun Shubuh juga dapat mencegah stroke dan tekanan darah tinggi yang umumnya rentan terjadi pada waktu itu karena penyempitan pembuluh darah. Di luar itu sebenarnya terkait asupan awal yang diterima tubuh, yakni udara segar. Menurut para pakar udara, waktu Shubuh sangat baik karena kaya oksigen dan relatif masih bersih tak terkotori unsur lain. Udara yang baik tentu saja berguna untuk metabolisme tubuh dalam beraktivitas seharian penuh.

Pagi hari juga digunakan Nabi untuk bersiwak atau sikat gigi. Gigi dan mulut yang bersih berguna memperlancar dan memperbaiki proses konsumsi makanan agar maksimal diserap tubuh.

2. Minum Air Putih dan Madu
Nabi biasa membuka sarapan dengan air putih dan sesendok madu. Dua unsur ini sangat luar biasa manfaatnya. Madu masyhur sebagai penyembuh dan air putih kaya akan mineral yang menyukupi kebutuhah tubuh akan cairan dan sebagai pencuci hati. Madu juga terkenal sebagai unsur yang dapat membersihkan usus dan mencegah peradangan. Selanjutnya adalah mengkonsumsi kurma sebanyak 7 butir. Konon kebiasaan inilah yang menolong Nabi saw dari perilaku jahat wanita Yahudi yang coba meracuninya dalam perang Khaibar. Kurma ternyata berguna sebagai penangkal racun selain sebagai makanan pengenyang yang kaya gula dan karbohidrat.

3. Mengonsumsi Minyak Zaitun

Saat siang dan menjelang sore, Nabi juga biasa mengkonsumsi cuka, minyak zaitun dan roti. Kombinasi makanan ini ternyata dapat menguatkan tulang, mencegah kepikunan serta menghancurkan kolesterol jahat dalam tubuh. Pada musim dingin, makanan ini sangat baik menjaga kestabilan suhu tubuh.

4. Makan Sayuran di Malam Hari
Konsumsi sayuran di malam hari juga dilakukan Rasulullah saw. Beberapa riwayat mengatakan, Rasulullah saw selalu mengonsumsi sana al makki dan sanut. Menurut Prof. Dr. Musthofa, di Mesir keduanya mirip dengan sabbath dan ba'dunis.

Nama-nama ini tak lain adalah sayuran yang juga banyak kita temui di sini. Bentuk olahan sayuran tentu banyak ragamnya. Seperti Cap Cay,Sayur Lodeh, Sayur Sup dan lain sebagainya. Secara umum, sayuran memiliki kandungan zat dan fungsi yang sama yaitu menguatkan daya tahan tubuh dan melindungi dari serangan penyakit.

Rasulullah saw biasanya tidak langsung tidur setelah makan malarn, melainkan beraktivitas terlebih dulu supaya makanan yang dikonsumsi masuk lambung dengan cepat dan baik sehingga mudah dicerna. Caranya juga bisa dengan shalat. Sabdanya: "Cairkan makanan kalian dengan berzikir kepada Allah swt dan shalat, serta jangalah kalian langsung tidur setelah makan karena dapat membuat hati kalian menjadi keras,"(HR Abu Nu'aim dari Aisyah r.a).

Ibnu Qoyyim al-Jauziyah juga memberi tips agar tidak langsung tidur setelah makan. Dia menyarankan untuk berjalan minimal 40 langkah agar makanan dapat beredar terlebih dulu dalam tubuh.

Di sarnping menu wajib di atas, ada beberapa makanan yang disukai Rasulullah tetapi tidak rutin mengonsumsinya. Diantaranya, tsarid yaitu campuran antara roti dan daging dengan kuah air masak. Dia juga senang makan buah yaqthin atau labu air, yang terbukti bisa mencegah penyakit gula. Nabi juga senang makan buah anggur dan minum susu.

Rasulullah saw sering menyempatkan diri untuk berolahraga. Terkadang ia berolahraga sambil bermain dengan anak-anak dan cucu-cucunya. Pernah pula Rasulullah lomba lari dengan istri tercintanya, Aisyah r.a.

Rasulullah saw tidak menganjurkan umatnya untuk begadang. Hal itu yang melatari ia tidak menyukai berbincang-bincang dan makan sesudah waktu Isya. Biasanya ia tidur lebih awal supaya bisa bangun lebih pagi. lstirahat yang cukup dibutuhkan oleh tubuh karena tidur termasuk hak tubuh.Terbukti apa yang dilakukan Nabi ini sangat baik karena sesuai dengan irama biologis tubuh. Jadi tak ada salahnya kita coba mempraktekkan.

PERBANYAKLAH DIAM

Nasehat Maulana Sulthan
SYEKH ABDULLAH AL HARARI
-Muhaddits Abad Ini-


PERBANYAKLAH DIAM

Kita harus selalu ingat hadits
Rasulullah SAW:
أَكْثَرُ خَطَايَا ابْنِ اَدَمَ مِنْ لِسَانِهِ 

Maknanya:"Sebagian besar kesalahan manusia bersumber dari lisannya"

Maka orang yang mengetahui bahwa setiap perkataannya akan dihisab, ia akan sedikit bicara selain tentang kebaikan. Rasulullah SAW berpesan kepada Abu Dzar: "Perbanyaklah diam kecuali dalam kebaikan".

Bahaya yang ditimbulkan oleh lidah sangatlah banyak, di antaranya di dunia dan di akhirat dan di antaranya di akhirat saja. Orang yang beruntung adalah orang yang dapat mengendalikan lidahnya. Sebagian fuqaha berkata:

''jagalah lidahmu sesungguhnya ia adalah ular yang berbisa, berapa banyak orang meninggal
dunia dibunuh karena lidahnya"

Pikirkan sebelum berucap, jika tidak mengandung unsur keburukan maka ucapkanlah, Sahabat Abu Bakar sekalipun ia adalah manusia paling utama setelah nabi Muhammad, karena sangat takutnya akan bahaya lidah ia pegang lidahnya dan berkata kepada sahabat-sahabat lainnya: "Dialah (Iidah) yang banyak mendatangkan rnalapetaka";

Jiba sahabat Abu Bakar saja demikian keadaannya bagaimana dengan kita?!

Bacaan Shalawat Sebelum Shalat Shubuh didirikan

Bacaan Shalawat ini sering dibaca ketika iqamah Shalat Shubuh dilaksanakan atau dibaca ketika diantara dua khutbah Shalat Jumat. Terutama di Masjid-masjid dan Mushola-mushola di kecamatan Kubu Babussalam, Rokan Hilir, Riau.
Tidak semua tempat di Indonesia yang saya dengar yang melantunkan shalawat ini, karena bacaan ini bersifat sunnah (tidak wajib).

Baik langsung saja, ini dia bacaannya :

اَلَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَزِدْ وَاَنْعِمْ وَتَفَضَّلْ وَبَارِكْ بِجَلاَلِكَ وَكَمَالِكَ عَلَى زَيْنِ عِبَادِكَ وَاَشْرَفِ عِبَادِكَ اَسْعَدِ الْعَرَبِ وَالْعَجَمِ وِاِمَامِ طَيْبَةَ وَالْحَرَمِ وَتَرْجُمَانِ لِسَانِ الْاَحْوَالِ الْقِدَمِ وَمَنْبَعِ الْعِلْمِ وَالْحِلْمِ وَالْحِكْمَةِ وَالْحِكَمِ اَبِى الْقَاسِمْ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّم وَرَضِيَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَنْ كُلِّ الصَّحَبَةِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ


Ạalãlhumã ṣalĩ wasalĩm̊ wazid̊ wāan̊ʿim̊ watafaḍãl̊ wabārik̊ bijalạalika wakamālika ʿalay̱ zaẙni ʿibādika wāasẖ̊rafi ʿibādika ạas̊ʿadi ạl̊ʿarabi wāl̊ʿajami wiạimāmi ṭaẙbaẗa wāl̊ḥarami watar̊jumāni lisāni ạl̊ạaḥ̊wāli ạl̊qidami waman̊baʿi ạl̊ʿil̊mi wāl̊ḥil̊mi wāl̊ḥik̊maẗi wāl̊ḥikami ạabiy̱ ạl̊qāsim̊ sayĩdinā wamaẘlạanā muḥamãdiⁿ waʿalay̱ ạalihi waṣaḥ̊bihi wasalĩm waraḍīa ạllhu tabāraka wataʿālay̱ ʿan̊ kulĩ ạlṣãḥabaẗi rasū̊li ạllhi ạảj̊maʿī̊na


YANG MEMBATALKAN SYAHADATAIN

      Yaitu hal-hal yang membatalkan Islam, karena dua kalimat syahadat itulah yang membuat seseorang masuk dalam islam. Mengucapkan keduanya adalah pemgakuan terhadap kandungannya dan konsisten mengamalkan konsekuensinya berupa segala macam syi’ar-syi’ar islam. Jika ia menyalahi ketentuan ini, berarti ia telah membatalkan perjanjian yang telah di ikrarkannnya ketika mengucapkan dua kalimat syhadat tersebut.

        Yang membatalkan islam itu banyak sekali. Para fuqaha’ dalam kitab-kitab fikih telah menulis bab khusus yang di beri judul “Bab Riddah (kemurtadan)”. Dan yang terpenting adalah sepuluh hal, yaitu:
1. Syirik dalam beribadah kepada Allah.
إِنَّ اللَّـهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚ 

“sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang di kehendakinya.” (An-Nisa’: 48)

إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّـهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّـهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ ﴿٧٢﴾
“.... Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya ialah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (Al-Ma’idah: 72)
Termasuk didalamnya yaitu menyembelih karena selain Allah, misalnya untuk kuburan yang dikeramatkan atau untuk jin dan lain-lain.

2. Orang yang menjadikan antara dia dan Allah perantara-perantara. Ia berdo’a kepada mereka, meminta syafa’at kepada mereka dan bertawakal kepada mereka. Orang seperti ini kafir secara ijma’
3. Orang yang tidak mau mengkafirkan orang-orang musryik dan orang yang masih ragu terhadap kekufuran mereka atau membenarkan madzhab mereka, dia itu kafir.
4. Orang yang meyakini bahwa selain petunjuk nabi lebih sempurna dari petunjuk beliau, atau hukum yang lain lebih baik dari hukum beliau. Seperti orang-orang yang mengutamakan hukum para thughut di atas hukum Rasulullah, mengutamakan hukum atau perundang-undangan manusia di atas hukum islam, maka dia kafir.
5. Siapa yang membenci sesuatu dari ajaran yang di bawa oleh Rasulullah sekalipun ia juga mengamalkannya, maka ia kafir.
6. Siapa yang menghina sesuatu dari agama rasul atau pahala maupun siksaannya, maka ia kafir. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah:

 قُلْ أَبِاللَّـهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ ﴿٦٥﴾ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ ۚ 

“Katakanlah: ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta ma’af, karena kamu kafir sesudah beriman.” (At-Taubah: 65-66)

7. Sihir, di antaranya sharf dan ‘athf (barangkali yang dimaksud adalahamalan yang bisa membuat suami benci kepada istrinya atau membuat wanita cinta kepadanya/pelet). Barangsiapa melakukan atau meridhainya, maka ia kafir. Dalilnya adalah firman Allah:

 ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۖ 

“... Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seoarangpun sebelum mengatakan: ‘Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir’.”   (Al-Baqarah: 102)

8. Mendukung kaum musryikin dan menolong mereka dalam memusuhi umat islam. Dalilnya adalah firman Allah:

 ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّـهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ﴿٥١﴾

“Barangsiapa diantara kamu mengmbil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” (Al-Ma’idah: 51)

9. Siapa yang meyakini bahwa sebagian manusia ada yang boleh keluar dari syari’at Nabi Muhammad, seperti halnya Nabi Hidhir boleh keluar dari syari’at Nabi Musa, maka ia kafir. Sebagaimana yang diyakini oleh ghulat sufiyah (sufi yang berlebihan/melampui batas) bahwa mereka dapat mencapai suatu derajat atau tingkatan yang tidak membutuhkan untuk mengikuti ajaran Rasulullah.

10. Berpaling dari agama Allah, tidak mempelajarinya dan tidak pula mengamalkannya. Dalilnya adalah firman Allah:

 وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا ۚ إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنتَقِمُونَ ﴿٢٢﴾

“Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling dari padanya? Sesungguhnya kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” (As-Sajadah: 22)

Syaikh Muhammad At-Tamimy berkata: “tidak ada bedanya dalam hal yang membatalkan syahadat ini antara orang yang bercanda, yang serius (bersungguh-sungguh) maupun yang takut, kecuali orang yang dipaksa. Dan semuanya adalah bahaya yang paling besar serta yang paling sering terjadi. Maka setiap muslim wajib berhati-hati dan mengkhawatirkan dirinya serta mohon perlindungan kepada Allah dari hal-hal yang bisa mendatangkan murka Allah dan siksaNya yang pedih.”

Bacaan Bilal Terawih Lengkap PDF

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Pada Bulan Ramadhan kali ini saya akan bagikan bacaan bilal Terawih format PDF.
Bacaan Bilal terawih yang akan saya share ini adalah bacaan bilal terawih untuk 20 Rakaat.
Bacaan ini sudah umum dibaca di daerah saya kecamatan Kubu Babussalam, Rokan Hilir, Riau.
Baiklah, dibawah ini link downloadnya, semoga ibadah kita dilipat gandakan dan diterima disisi Allah SWT. amin....



note : jangan diperjualbelikan ya gan, walau dalam bentuk apapun. thanks you.
jangan mempersulit orang lain dalam mencari ilmu, bagikan saja tulisan ini secara gratis.....


Surat dan Hadits tentang pendidikan Islam

Berikut ini adalah Surat dan Hadits tentang pendidikan Islam :


  1. AYAT AL QURAN TENTANG PENDIDIKAN ISLAM DI SEKOLAH
  2. HADITS TENTANG PENDIDIKAN DI MASYARAKAT

Kumpulan Ayat-ayat Al-Quran tentang Kimia

Berikut ini saya akan sharing Ayat-Ayat Al Quran tentang Kimia
untuk mendownload, klik link dibawah ini :

DOWNLOAD AYAT-AYAT AL-QURAN TENTANG KIMIA

TALAK DAN RUJUK


Talak menurut bahasa arab, maksudnya melepaskan ikatan. Yang dimaksud disini adalah melepaskan ikatan perkawinan.

1.    Hukum Talak

Hukum talak ada 4 perkara :
a. Wajib,  yaitu apabila terjadi perselisihan antara suami dan istri, sedangkan untuk bersatu kembali sangat jauh dari kemungkinan, ataupun kedua hakim yang mengurus perkaranya keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya bercerai.
b. Sunnat, apabila suami sudah tidak sanggup lagi membayar kewajibannya (memberi nafkah) kepada istrinya, nafkah lahir maupun nafkah bathin, atau si istri tidak menjaga kehormatannya secara sempurna.
c. Haram dalam kedua keadaan : pertama menjatuhkan thalak ketika istri dalam keadaan haid, kedua menjatuhkan thalak ketika istri dalam keadaan suci dan telah melakukan persetubuhan dengannya.
d. Makruh, asal dari hukum talak sebenarnya.

2.    Lafadz Talak
Lafadz talak ada dua macam :
a. Sharih (secara terang), yaitu lafadz yang tidak diragukan lagi ucapannya, seperti kata suami aku ceraikan engkau, atau aku talak. Lafadz yang secara terang ini tidak perlu dengan niat, berarti apabila suami telah melafadzkan demikian maka jatuhlah talak.
b. Kinayah (secara sindiran), yaitu lafadz yang masih ragu-ragu, boleh diartikan untuk perceraiaan atau boleh diartikan kepada yang lain, seperti kata suami pergilah engkau ke rumah orang tuamu, atau pergilah dari sini . lafadz ini tergantung kepada niat, artinya apabila tidak diniatkan untuk perceraian tidaklah jatuh talak. Akan tetapi apabila diniatkan di dalam hati  suami untuk menjatuhkan talak barulah ia menjadi talak.

Orang-orang yang tidak sah menjatuhkan talak :
1.    Orang gila
2.    Orang dalam keadaan tidur
3.    Orang yang dipaksa

3. Khulu’ (talak tebus).
     Talak tebus artinya talak yang diucapkan oleh suami, dengan membayar dari pihak si istri kepada suami.
    Perceraian yang dilakukan secara talak tebus ini berakibat, bekas suami tidak dapat diruju’ lagi, dan tidak boleh menambah talak pada waktu ‘iddah, hanya dibolehkan kawin kembali dengan akad yang baru.

4. Zhihar

Firman Allah dalam Surat Al-Mujadilah Ayat 2 :
الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنكُم مِّن نِّسَائِهِم مَّا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ ۖ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ ۚ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنكَرًا مِّنَ الْقَوْلِ وَزُورًا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ
Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.

Yang dimaksud dengan Zhihar itu ialah seoarang laki-laki yang menyerupakan istrinya dengan ibunya sehingga haram atasnya seperti kata suami kepada istrinya :
                        “punggungmu aku lihat seperti punggung ibuku.”

Apabila seorang laki-laki atau suami mengatakan demikian dan tidak diteruskan kepada talak maka wajib atasnya membayar denda (kifarat).

Denda (kifarat) zhihar itu ada 3 tingkatan :
1.    Memerdekakan hamba sahaya.
2.    Kalau hamba sahaya tidak ada, hendaklah berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
3.    Kalau tidak sanggup berpuasa, maka hendaklah memberi makan sebanyak 60 fakir miskin.


5.    Macam Talak

Ada 3 macam talak :

1. Talak tiga, talak ini dinamakan “Bain Kubra”, bekas suami tidak boleh ruju’ kembali, tidak sah pula kawin lagi dengan bekas istrinya itu, kecuali apabila bekas istrinya itu sudah nikah dengan orang lain, serta sudah bercampur dengan suaminya yang baru itu dan sudah diceraikannya dan sudah puula habis masa ‘iddahnya, barulah suami yang pertama boleh menikahinya lagi.
Firman Allah dalam surat Al-baqarah : 230

فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنۢ بَعۡدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوۡجًا غَيۡرَهُ ۥ‌ۗ فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡہِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّآ أَن يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ‌ۗ وَتِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ يُبَيِّنُہَا لِقَوۡمٍ۬ يَعۡلَمُونَ

kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.

2. Talak tebus, atau dinamakan “Bain Sughra”, suami tidak sah ruju’ lagi, tetapi boleh kawin kembali, baik dalam ‘iddah ataupun sesudah habis ‘iddahnya, dengan ketentuan harus diulangi akad nkah yang baru.

3. Talak satu, atau Talak dua dinamakan talak Raj’i, artinya si suamiboleh rujuk kembali kepada si istrinya selama si istri, masih dalam ‘iddah.
firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 228

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَ‌بَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُ‌وءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّـهُ فِي أَرْ‌حَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّـهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ‌ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَ‌دِّهِنَّ فِي ذَٰلِكَ إِنْ أَرَ‌ادُوا إِصْلَاحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُ‌وفِ ۚ وَلِلرِّ‌جَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَ‌جَةٌ ۗ وَاللَّـهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

       wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'[142]. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya[143]. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

6.  ‘iddah
Firman Allah dalam surat At-Thalaq : 1.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ وَاتَّقُوا اللَّـهَ رَ‌بَّكُمْ ۖ لَا تُخْرِ‌جُوهُنَّ مِن بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُ‌جْنَ إِلَّا أَن يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّـهِ ۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّـهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ ۚ لَا تَدْرِ‌ي لَعَلَّ اللَّـهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَٰلِكَ أَمْرً‌ا

      Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.

Yang dimaksud dengan ‘iddah ialah masa menuggu yang diwajibkan kepada perempuan yang diceraikan (baik cerai hidup ataupun cerai mati), gunanya menuggu ini adalah untuk memastikan apakah si istri yang diceraikan itu hamil atau tidak.
 وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ ۚ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

     Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.

Bagi perempuan yang hamil, iddahnya sampai dengan lahirnya anak dikandungnya itu, baik cerai mati atapun cerai hidup. Firman Allah dalam surat At-Thalaq ayat 4 :

 وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِن نِّسَائِكُمْ إِنِ ارْ‌تَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ‌ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ ۚ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَن يَتَّقِ اللَّـهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِ‌هِ يُسْرً‌ا

     Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.


Sedangkan bagi perempuan yang tidak hamil, ada kalanya cerai mati atau cerai hidup, bagi yang cerai mati ‘iddahnya 4 bulan 10 hari, bagi perempuan yang cerai hidup ‘iddahnya 3 kali suci

Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 234 :

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُ‌ونَ أَزْوَاجًا يَتَرَ‌بَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْ‌بَعَةَ أَشْهُرٍ‌ وَعَشْرً‌ا ۖ فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُ‌وفِ ۗ وَاللَّـهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ‌ 

 Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. 

Kalau pun perempuan itu tidak haid lagi makanya ‘iddahnya sebanyak 3 bulan.

Perempuan-perempuan yang tidak haid ada 3:
1.    Yang masih kecil (belum sampai umur)
2.    Yang masih kecil (belum sampai umur, tetapi belum pernah datang haid).
3.    Yang sudah pernah haid, akan tetapi karena sudah tua, maka darah haidnya tidak datang lagi.
 

HAK PEREMPUAN DALAM MASA ‘IDDAH

Perempuan yang dalam masa ‘iddah mempunyai hak :

1.    Perempuan yang ta’at dalam ‘iddah ruj’iah (talak yang boleh dirujuk), berhak menerima dari bekas suaminya: tempat tinggal (rumah), pakaian dan segala belanja, terkecuali istri yang durhaka, dia tidak berhak menerima apa-apa.
2.    Perempuan yang dalam ‘iddah bain, kalau ia mengandung, ia berhak juga mengambil tempat tinggal, nafkah dan pakaian.
3.    Bain yang tidak hamil, baik bain dengan talak tebus maupun dengan talak tiga, mereka hanya berhak mengambil tempat tinggal.
4.    Bagi perempuan dalam keadaan ‘iddah karena suaminya meninggal dunia, tidak mempunyai hak sama sekali, karena dia anaknya yang berada dalam kandungan telah mendapat pembagian pusaka dari suaminya yang meninggal dunia.




1.    Rujuk
Yang dimaksud dengan rujuk ialah mengembalikan istri yang telah ditalak kepada perkawinan semula sebelum diceraikan.

2.    Lafadz Rujuk
1.    Dengan secara terang-terangan, seperti suami mengatakan : saya rujuk kepadamu, atau kembali kepadamu, atau saya kembali kepadamu”.
2.    Dengan perkataan sindiran, seperti kata suami; “saya cium kamu, saya pegang kamu dan sebagainya.

3.    Hukum Rujuk
Hukum ruju’ ada 5 :
1.    Wajib, terhadap suami yang mentalakkan istrinya sebelum ia sempurnakan pembagian waktunya terhadap istri yang ditalak.
2.    Haram, apabila rujuk itu bertujuan untuk menyakiti si istri.
3.    Makruh; kalau sekiranya perceraian itu lebih baik daripada bersatu.
4.    Jaiz (boleh) adalah hukum ruju’ itu asal tujuannya baik.
5.    Sunat; jika rujuk; itu bertujuan untuk memperbaiki keadaan istri, atau ruju’ lebih baik untuk mereka berdua.

Syarat-syarat bagi suami yang boleh merujuk :
1.    Berakal,
2.    Baligh,
3.    Dengan kemauan sendiri,
4.    Tidak murtad.


Syarat-syarat istri yang harus dirujuk
1.    Sudah pernah bercampur
2.    Di talak tanpa bayaran (khulu’)
3.    Bukan talak tiga
4.    Bukan fasakh (bukan disebabkan pembatalan nikah)

4.    Syarat-syarat rujuk
1.    Tidak dibatas dengan sesuatu masa dan waktu. Suami tidak boleh rujuk kepada istrinya dalam masa yang ditentukan; misalnya ruju’ hanya untuk seminggu dan sebagainya. Sebagai contoh, suami berkata kepada istrinya; “aku kembali kepadamu diatas nikahku cuma selama satu minggu.”
2.    Tidak tergantung dengan suatu syarat. Misalnya suami berkata kepada istri yang telah ditalaknya “aku kembali kepada engkau diatas nikahku jika engkau mau’. Rujuk yang dibatasi dengan waktu atau dengan suatu syarat hukumnya tidak sah.

5.    Fasakh
Yang dimaksud dengan fasakh ialah perceraian yang berlaku diantara suami dan istri disebabkan timbul sesuatu hal yang boleh membatalkan akad nikah.
    Dasar Pokok Hukum Fasakh
Dasar pokok hukum fasakh ialah salah seorang dari suami istri, atas kedua-duanya merasa dalam perkawinannya, disebabkan masing-masing mereka tidak mendapatkan hak-hak yang telah ditentukan oleh hukum syara’ sebagai seorang istri atau pun sebagai seorang suami.
Apabila salah seorang dari keduanya tidak merasa sanggup untuk meneruskan perkawinan, dan kalau diteruskan juga suasana kehidupan rumah tangga mereka akan bertambah buruk, maka untuk kebaikan suami dan istri, Islam mengharuskan fasakh, karena agama Islam tidak menginginkan pergaulan hidup suami istri itu akan merugikan kedua belah pihak.

Sebab-Sebab yang Mengharuskan Fasakh
        Menurut hukum syara’, sebab-sebab perkawinan seseorang itu harus difasakhkan atau dibatalkan diantaranya :
1.    Berlaku penipuan, baik penipuan dari pihak suami maupun dipihak istri; misalnya seseorang laki-laki mandul yang tidak dapat memberikan keturunan, maka pihak istri berhak meminta fasakh kepada suaminya bila ia mengetahui suaminya itu mandul, kecuali istrinya itu tetap memilih untuk menjadi istrinya dan ridha disetubuhi oleh suaminya itu.
2.    Seorang laki-laki yang mengawini seorang perempuan dan mengaku dirinya sebagai orang yang baik-baik, tetapi ternyata setelah hidup bersama dalam rumah tangga, laki-laki itu adalah seorang yang fasik, maka dalam hal, ini istri punya hak minta fasakh untuk membatalkan akad nikahnya.
3.    Seorang laki-laki yang akan kawin dengan seorang perempuan yang mengaku dirinya masih perawan atau gadis, tetapi ketika melakukan persetubuhan pada malam pertama ternyata perempuan itu sudah janda, hal ini mengharuskan juga fasakh, dan suami berhak meminta ganti rugi maharnya.
4.    Seorang laki-laki mengawini perempuan, ternyata pada diri perempuan itu ada penyakit pada dirinya sehingga tidak dapat untuk dicampuri,misalnya keluar darah yang berterusan pada rahimnya, atau didapati pada alat kelamin perempuan itu sesuatu benda yang menjadi penghalang untuk melakukan hubungan kelamin, misalnya tumbuh daging atau tulang, maka didalam hal ini pernikahan boleh dibatalkan.
5.    Seorang laki-laki yang mengawini seorang perempuan, ternyata didapati perempuan itu menderita suatu penyakit seperti : gila, kusta, sopak dan sebagainya maka dalam hal ini pernikahan boleh dibatalkan.
6.    Bila seorang istri mendapatkan kecacatan pada suaminya, seperti lemah syahwat, kemaluan yang terpotong, tidak bernafsu dan sebagainya, maka dalam hal ini si istri berhak menuntuk fasakh.


Hikmah Fasakh
1.    Hal ini menunjukkan bahwa allah dan Rosulnya tidak sekali-sekali membenarkan berlakunya penipuan dan pemalsuan dari semua bentuk akad, apa lagi akad dalam perkawinan.
2.    Islam memberikan hal memilih suami istri selepas akad, apa lagi akad dalam perkawinan.
3.    Islam memberikan hak memilih kepada suami istri selepas akad nikah diatas perkara-perkara yang akan menghalangi mencapai tujuan perkawinan yang dikehendaki oleh syara’.
4.    Perkawinan lebih penting daripada jual beli, dan syarat-syrat dalam perkawinan lebih utama untuk dipenuhi.
5.    Keharusan fasakh adalah sebagai lambang dari ajaran islam yang menghendaki keadilan untuk kebaikan umatnya, hal ini bertujuan supaya mereka hidup dalam suasana rumah tangga yang aman dan damai, tidak tertekan jiwanya oleh perasaan yang mengganggu ketentraman hidupnya.

Tidak Memberi Nafkah
        Menurut hukum syara’; apabila suami tidak memberikan nafkah kepada isrinya sedangkan ia mempunyai harta atau pekerjaan maka haruslah bagi istri itu menuntut fasakh.
        Akan tetapi bila seorang suami tidak dapat memberikan nafkah kepada istrinya disebabkan tidak mempunyai pekerjaan atau karena sakit maka tidak harus bagi istrinya menuntut fasakh.
        Begitu juga sekiranya seorang suami yang tidak dapat memberikan nafkah batin kepada istrinya dengan secukupnya dan tidak memberikan kepuasan kepada istrinya, maka harus bagi istri tersebut menuntut fasakh.
        Bagi seorang suami yang menghilang diri entah kemana (ghaib) tanpa berita, dan tidak memberikan nafkah kepada istrinya, maka istrinya berhak menemui hakim untuk minta fasakh.

DI ANTARA SEBAB BERLAKUNYA PERCERAIAN
   
    Diantaranya penyebab-penyebab berlakunya perceraian itu ialah :
1)    Kurangnya didikan agama, sehingga pasangan suami dan istri tidak mengetahui hak dan kewajiban dalam berumah tangga.
2)    Karena cemburu buta seperti suami tidak percaya kepada istrinya, begitu juga dengan istri tidak mempercayai suaminya.
3)    Karena dalam rumah tangga yang dibina itu sering turut campur pihak ketiga, baik pihak ibu ayah istri ataupun pihak ayah ibu suami.
4)    Pendapatan suami yang tidak memadai, sehingga menyebabkan selalunya kekurangan nafkah yang harus diberikan kepada istrinya.
5)    Karena kawin yang dipaksa, sehingga rasa cinta dan kasih sayang tidak bersemi dalam rumah tangga.
6)    Karena tidak mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari kedua belah pihak, baik pihak dari keluarga suami ataupun pihak keluarga si istri.
7)    Tidak adanya persesuaian, baik pikiran yang selalu bertentangan dan lain-lainnya.
8)    Karena beristri lebih dari satu.
9)    Terlalu tergesa-gesa mengambil tindakan, walaupun urusan yang kecil.
10)    Masing-masing mengutamakan egonya sendiri, sehingga tidak ada yang mengalah antara kedua belah pihak dalam krisis yang dihadapi.
11)    Tidak ada perasaan kasih sayang antara suami danistri, atau kedua-keduanya tidak ada saling hormat menghormati.
12)    Istri yang suka melawan kepada suami, keras hati dan tidak mau mendengar nasihat dari suaminya.

AKIBAT-AKIBAT YANG DITIMBULKAN DARI PERCERAIAN

1.    Bagi perempuan yang telah menjadi janda, dia akan mengalami masalah lahir bathin.

Masalah lahir seperti : makan minum, pakaian dan tempat tinggal. Walaupun perempuan yang janda itu masih mempunyai ibu dan ayah, atau saudaranya, akan tetapi untuk menanggung beban hidup seorang janda bukanlah suatu hal yang mudah, apalagi kalau janda itu sudah mempunyai anak. Biasanya apabila terjadi perceraian, anak lebih suka tinggal bersama ibunya. Akan tetapi masalah yang akan timbul, bagi seorang perempuan yang janda, untuk menanggung dirinya sendiri saja rasanya dia sudah tidak mampu, apalagi untuk menanggung hidup anak-anaknya.

Satu maslah lagi yang akan menekan jiwa dan perasaaan anak ialah apabila ibunya kawin lagi dengan laki-laki yang lain, maka anak tersebut telah berayah tiri. Apa lagi perasaan anak tadi akan lebih tersiksa apabila ayah tirinya sangat membencinya.

Sedangkan masalah bathin pun lebih banyak lagi , misalnya masalah nafsu kelamin, sebab bagi perempuan yang hidup menjanda, ia akan mengalami gangguan jiwa, rasa malu pada masyarakat di sekelilingnya,  anggapan buruk masyarakat kepadanya dan lain-lain.

2.    Bagi seorang suami ia pun akan merasakan kesepian, disebabkan ketiadaan istri yang selama ini menjadi teman hidupnya dalam rumah tangga, serta tidak ada penghibur hati di masa-masa yang diharapkan.
3.    Suami terpaksa mengerjakan pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh istri.
4.    Bagi mereka yang mempunyai anak, kadangkala terpaksa berpisah dengan anak-anaknya yang selama ini sering terdengar gelak tertawanya di dalam rumah.
5.    Masalah keuangan dan ekonomi sudah mulai merosot, disebabkan tidak ada lagi orang yang akan mengontrol keuangan dalam berbelanja.
6.    Apabila selalu kesepian, besa kemungkinan si suami akan terjerumus ke lembah dosa, seperti ketempat pelacuran dan sebagainya.
7.    Akan menimbulkan perasaan malas, karena sudah tidak ada perasaan tanggung jawab dalam berumah tangga.
8.    Hukuman dari masyarakat, yaitu masyarakat akan menganggap suami yang tidak bertanggung jawab dalam berumah tangga.
9.    Masyarakat juga akan mengutuk suami itu, karena telah memutuskan kasih sayang dengan anak-anaknya.
10.    Si suami akan dituntut di hari akhirat, apabila dengan sebab perceraian itu, pendidikan anak-anaknya menjadi tak tentu arah.






















 Silakan klik link untuk melihat tulisan mengenai
- TALAK DAN RUJUK