Beasiswa DataPrint

     
DataPrint adalah sebuah perusahaan yang memproduksi dan memenuhi kebutuhan pengguna komputer. Diantara produk yang sudah diluncurkan DataPrint adalah Tinta suntik merek Canon, Hewlett-Packard dan Epson. Selain tinta printer, DataPrint juga menyediakan Paper atau Kertas Photo serta Catrige Toner yang dapat anda gunakan langsung ke printer. Menurut sejarahnya, DataPrint berdiri sejak tahun 1992, sungguh perusahaan yang benar-benar berpengalaman. Perusahaan ini seumuran dengan saya, karena saya pun lahir di tahun 1992. hem...

        Kesuksesan DataPrint dalam memenuhi kebutuhan pengguna komputer, mulai dari mendapat Top Brand Awards hingga mendapatkan jumlah pemakai terbanyak. Hal tersebut mengantarkan DataPrint untuk berbagi rezeki melalui Program Beasiswa DataPrint untuk Pelajar dan Mahasiswa yang telah dimulai sejak tahun 2011 yang lalu. Selain situs dataprint.co.id yang memuat informasi tentang DataPrint, Perusahaan DataPrint menyediakan situs khusus untuk Program Beasiswa yaitu beasiswadataprint.com. pada situs ini melayani tentang semua Beasiswa DataPrint mulai dari informasi, pendaftaran secara online, hingga pengumuan hasil seleksi beasiswa.

         Sebagaimana biasanya, pendaftaran beasiswa DataPrint kembali kembali dibuka ditahun 2013 ini.

Alligator

        Alligators are reptiles.  There are two kinds of alligators.   The American  alligator lives in low, wet parts  of the  southeastern   United States.  The Chinese  alligator lives in the lower  Yangtze  River Valley in China. Both alligators  are  related  to crocodiles   and  Central  and  South  American caimans.

        Alligators have thick bodies and tails. Their eyes stick up so that  they  can see when their bodies are underwater.   They have tough skin and short,  strong  legs. They swim by moving their strong tails from side to side.

        The largest male alligators are about 12 feet (3.7 meters) long and weigh 450 to 550 pounds (204 to 249 kilograms).   Females  are smaller.

        A female  alligator makes a large nest of plants on the wet grass. She lays 20 to 60 eggs that are a little larger than chickens' eggs. The young hatch in about 9 weeks.  Alligators  live 50 to 60 years.

        Alligators   eat small animals, including fish, frogs,  snakes,  turtles,   and  birds.  Large male alligators even attack dogs, pigs, and cattle and pull them underwater.   During winter, alligators  nest underwater   or dig holes in swamps  and marshes.

         Alligators  and crocodiles  are different  in some ways. For instance, crocodiles have a narrower snout. Another telltale sign is that the fourth tooth on a crocodile's  bottom  jaw shows when its mouth is closed.

Whales

      Whales are the largest animals on earth. Bigger than elephants, they may grow 95 feet long, and weigh 150 tons. A baby blue whale, just born, can be 23 feet long and weigh 3 tons.

      Although whales live in the oceans and swim like fish, they are mammals, like cows and elephants. Unlike fish they bear young alive, not as eggs. Their babies live on their mother's milk. They breathe through their lungs and hold their breath when they go under water, If they cannot come to the surface to breathe fresh air, they will drown. They are warm-blooded. Fish, however, lay eggs, breathe oxygen in the water, and are cold-blooded.

       Whales Live in all   the oceans. In the winter some of them go to warm waters to breed and in the summer most of them go to cold waters to feed. There are two kinds of whales, whales with teeth (toothed whales)and whales without teeth (baleen whales). The toothed whales eat fish and squid, which they can .catch with their teeth, although they swallow their food without chewing it. The baleen whales eat plankton (small sea animals and plants). When they find plankton, they open their mouths and swim into the plankton. When they close their mouths they squeeze out the water and swallow the plankton.

       Whales have few enemies. Only human beings and the killer whales attack whales. And whales do not seem to fight among themselves. They usually live from 20 to 30 years.


Penggunaan Media Sumber Belajar dalam Proses Belajar Mengajar

Download Penggunaan Media Sumber Belajar dalam Proses Belajar Mengajar
Link : Penggunaan Media Sumber Belajar dalam Proses Belajar Mengajar.doc

A. Pengertian Media

       Sebelum uraian ini sampai pada penggunaan media oleh guru dalam proses belajar mengajar, ada baiknya dipahami apa yang dimaksud media itu sebenarnya. Kata "media" berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata "medium", yang secara harfiah berarti "perantara atau pengantar". Dengan demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan.

       Bila media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan.

       Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan bahan dapat dikonkretkan dengan kehadiran media. Dengan demikian, anak didik lebih mudah mencerna bahan daripada tanpa bantuan media.
     
       Namun perlu diingat, bahwa peranan media tidak akan terlihat bila penggunaannya tidak sejalan dengan isi dari tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Karena itu, tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan media. Manakala diabaikan, maka media bukan lagi sebagai alat bantu pengajaran, tetapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.
     
       Akhirnya, dapat dipahami bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran,
     
B. Media sebagai Alat Bantu
     
       Media sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Karena memang gurulah yang menghendakinya untuk membantu tugas guru dalam menyampaikan pesan-pesan dari bahan pelajaran yang diberikan oleh guru kepada anak didik. Guru sadar bahwa tanpa bantuan media, maka bahan pelajaran sukar untuk dicerna dan dipahami oleh setiap anak didik, terutama bahan pelajaran yang rumit atau kompleks.
     
       Setiap materi pelajaran tentu memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi. Pada satu sisi ada bahan pelajaran yang tidak memerlukan alat bantu, tetapi di lain pihak ada bahan pelajaran yang sangat memerlukan alat bantu berupa media pengajaran seperti globe, grafik, gambar, dan sebagainya. Bahan pelajaran dengan tingkat kesukaran yang tinggi tentu sukar diproses oleh anak didik. Apalagi bagi anak didik yang kurang menyukai bahan pelajaran yang disampaikan itu.
     
       Anak didik cepat merasa bosan dan kelelahan tentu tidak dapat mereka hindari, disebabkan penjelasan guru yang sukar dicerna dan dipahami. Guru yang bijaksana tentu sadar bahwa kebosanan dan kelelahan anak didik adalah berpangkal dari penjelasan yang diberikan guru bersimpang siur, tidak ada fokus masalahnya. Hal ini tentu saja harus dicarikan jalan keluarnya. Jika guru tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan suatu bahan dengan baik, apa salahnya jika menghadirkan media sebagai alat bantu pengajaran guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelum pelaksanaan pengajaran.
     
       Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan pengajaran. Hal ini dilandasi dengan keyakinan bahwa proses belajar mengajar dengan bantuan media mempertinggi kegiatan belajar anak didik dalam tenggang waktu yang cukup lama. Itu berarti kegiatan belajar anak didik dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik daripada tanpa bantuan media.
     
       Walaupun begitu, penggunaan media sebagai alat bantu tidak bisa sembarangan menurut sekehendak hati guru. Tetapi harus memperhatikan dan mempertimbangkan tujuan. Media yang dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran tentu lebih diperhatikan. Sedangkan media yang tidak menunjang tentu saja harus disingkirkan jauh-jauh untuk sementara. Kompetensi guru sendiri patut dijadikan perhitungan. Apakah mampu atau tidak untuk mempergunakan media tersebut. Jika tidak, maka jangan mempergunakannya, sebab hal itu akan sia-sia. Malahan bisa mengacaukan jalannya proses belajar mengajar.
     
       Akhirnya, dapat dipahami bahwa media adalah alat bantu dalam proses belajar mengajar. Dan gurulah yang mempergunakannya untuk membelajarkan anak didik demi tercapainya tujuan pengajaran.
     
C. Media Sebagai Sumber Belajar
     
       Belajar mengajar adalah suatu proses yang mengolah sejumlah nilai untuk dikonsumsi oleh setiap anak didik. Nilai-nilai itu tidak datang dengan sendirinya, tetapi terambil dari berbagai sumber. Sumber belajar yang sesungguhnya banyak sekali terdapat di mana-mana; di sekolah, di halaman, di pusat kota, di pedesaan, dan sebagainya. Udin Saripuddin dan Winataputra (199: 65) mengelompokkan sumber-sumber belajar menjadi lima kategori, yaitu manusia, buku perpustakaan, media massa, alam lingkungan, dan media pendidikan. Karena itu, sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang.
     
       Media pendidikan sebagai salah satu sumber belajar ikut membantu guru memperkaya wawasan anak didik. Aneka macam bentuk dan jenis media pendidikan yang digunakan oleh guru menjadi sumber ilmu pengetahuan bagi anak didik. Dalam menerangkan suatu benda, guru dapat membawa bendanya secara langsung ke hadapan anak didik di kelas. Dengan menghadirkan bendanya seiring dengan penjelasan mengenai benda itu, maka benda itu dijadikan sebagai sumber belajar.
     
       Kalau dalam pendidikan di masa lalu, guru merupakan satu-satunya sumber belajar bagi anak didik. Sehingga kegiatan pendidikan cenderung masih tradisional. Perangkat teknologi penyebarannya masih sangat terbatas dan belum memasuki dunia pendidikan. Tetapi lain halnya sekarang, perangkat teknologi sudah ada di mana-mana. Pertumbuhan dan perkembangannya hampir-hampir tak terkendali, sehingga wabahnya pun menyusup ke dalam dunia pendidikan. Di sekolah-sekolah kini, terutama di kota-kota besar, teknologi dalam berbagai bentuk dan jenisnya sudah dipergunakan untuk mencapai tujuan. Ternyata teknologi, yang disepakati sebagai media itu, tidak hanya sebagai alat bantu, tetapi juga sebagai sumber belajar dalam proses belajar mengajar.
     
       Media sebagai sumber belajar diakui sebagai alat bantu auditif, visual, dan audiovisual. Penggunaan ketiga jenis sumber belajar ini tidak sembarangan, tetapi harus disesuaikan dengan perumusan tujuan instruksional, dan tentu saja dengan kompetensi guru itu sendiri, dan sebagainya.
     
       Anjuran agar menggunakan media dalam pengajaran terkadang sukar dilaksanakan, disebabkan dana yang terbatas untuk membelinya. Menyadari akan hal itu, disarankan kembali agar tidak memaksakan diri untuk membelinya, tetapi cukup membuat media pendidikan yang sederhana selama menunjang tercapainya tujuan pengajaran. Cukup banyak bahan mentah untuk keperluan pembuatan media pendidikan dan dengan pemakaian keterampilan yang memadai. Untuk tercapainya tujuan pengajaran tidak mesti dilihat dari kemahalan suatu media, yang sederhana juga bisa mencapainya, asalkan guru pandai menggunakannya. Maka guru yang pandai menggunakan media adalah guru yang bisa manipulasi media sebagai sumber belajar dan sebagai penyalur informasi dari bahan yang disampaikan kepada anak didik dalam proses belajar mengajar.
     
D. Macam-macam Media
     
       Media yang telah dikenal dewasa ini tidak hanya terdiri dari dua jenis, tetapi sudah lebih dari itu. Klasifikasinya bisa dilihat dari jenisnya, daya liputnya, dan dari bahan serta cara pembuatannya. Semua ini akan dijelaskan pada pembahasan berikut.
     
1. Dilihat dari Jenisnya, Media Dibagi ke Dalam:
     
       a. Media Auditif
       Media auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorder, piringan hitam. Media ini tidak cocok untuk orang tuli atau mempunyai kelainan dalam pendengaran.
     
       b. Media Visual
       Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gam bar diam seperti film strip (film rangkai), slides (film bingkai) foto, gambar atau lukisan, dan cetakan. Ada pula media visual yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu, dan film kartun.
     
       c. Media Audiovisual
       Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua. Media ini dibagi lagi ke dalam:

1. Audiovisual Diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound slides), film rangkai suara, dan cetak suara.
2. Audiovisual Gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film suara dan video­ cassette.

1. Pembagian lain dari media ini adalah:
a) Audiovisual Murni, yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar berasal dari satu sumber seperti film video-cassette, dan
b) Audiovisual Tidak Murni, yaitu yang unsur suara dan unsur gambarnya berasal dari sumber yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang unsur gambarnya bersumber dari slides proyektor dan unsur suaranya bersumber dari tape recorder. Contoh lainnya adalah film strip suara dan cetak suara.

2. Dilihat dari Daya Liputnya, Media Dibagi Dalam:
a) Media dengan Daya Liput Luas dan Serentak
Penggunaan media ini tidak terbatas oleh tempat dan ruang serta dapat menjangkau jumlah anak didik yang banyak dalam waktu yang sama.
Contoh: radio dan televisi.
b) Media dengan Daya Liput yang Terbatas oleh Ruang dan Tempat
Media ini dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat yang khusus seperti film, sound slide, film rangkai, yang harus menggunakan tempat yang tertutup dan gelap.
c) Media untuk Pengajaran Individual
Media ini penggunaannya hanya untuk seorang diri. termasuk media ini adalah modul berprogram dan pengajaran melalui komputer.

3. Dilihat dari Bahan Pembuatannya, Media Dibagi Dalam:
a. Media Sederhana
Media ini bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah, cara pembuatannya mudah, dan penggunaannya tidak sulit.
b. Media Kompleks
Media ini adalah media yang bahan dan alat pembuatannya sulit diperoleh serta mahal harganya, sulit membuatnya, dan penggunaannya memerlukan keterampilan yang memadai.

       Dari jenis-jenis dan karakteristik media sebagaimana disebutkan di atas, kiranya patut menjadi perhatian dan pertimbangan bagi guru ketika akan memilih dan mempergunakan media dalam pengajaran. Karakteristik media yang mana yang dianggap tepat untuk menunjang pencapaian tujuan pengajaran, itulah media yang seharusnya dipakai.

E. Prinsip-prinsip Pemilihan dan Penggunaan Media

       Sebagaimana telah disinggung di depan, bahwa setiap media pengajaran memiliki keampuhan masing-masing, maka diharapkan kepada guru agar menentukan pilihannya sesuai dengan kebutuhan pada saat suatu kali pertemuan. Hal ini dimaksudkan jangan sampai penggunaan media menjadi penghalang proses belajar mengajar yang akan guru lakukan di kelas. Harapan yang besar tentu saja agar media menjadi alat bantu yang dapat mempercepat/mempermudah pencapaian tujuan pengajaran.

       Ketika suatu media akan dipilih, ketika suatu media akan dipergunakan, ketika itulah beberapa prinsip perlu guru perhatikan dan dipertimbangkan.
       Drs. Sudirman N. (1991) mengemukakan beberapa prinsip pemilihan media pengajaran yang dibaginya ke dalam tiga kategori, sebagai berikut:

       1. Tujuan Pemilihan
       Memilih media yang akan digunakan harus berdasarkan maksud dan tujuan pemilihan yangjelas. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran (siswa belajar), untuk informasi yang bersifat umum, ataukah untuk sekadar hiburan saja mengisi waktu kosong? Lebih spesifik lagi, apakah untuk pengajaran kelompok atau pengajaran individual, apakah untuk sasaran tertentu seperti anak TK, SD, SMP, SMU, tuna rungu, tuna netra, masyarakat pedesaan, ataukah masyarakat perkotaan. Tujuan pemilihan ini berkaitan dengan kemampuan berbagai media.
     
       2. Karakteristik Media Pengajaran
     
       Setiap media mempunyai karakteristik tertentu, baik dilihat dari segi keampuhannya, cara pembuatannya, maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik berbagai media pengajaran merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki guru dalam kaitannya dengan keterampilan pemilihan media pengajaran. Di samping itu, memberikan "kemungkinan pada guru untuk menggunakan berbagai jenis media pengajaran secara bervariasi. Sedangkan apabila kurang memahami karakteristik media tersebut guru akan dihadapkan kepada kesulitan dan cenderung bersikap spekulatif.
     
       3. Alternatif Pilihan
     
       Memilih pada hakikatnya adalah proses membuat keputusan dari berbagai alternatif pilihan. Guru bisa menentukan pilihan media mana yang akan digunakan apabila terdapat beberapa media yang dapat diperbandingkan. Sedangkan apabila media pengajaran itu hanya ada satu, maka guru tidak bisa memilih, tetapi menggunakan apa adanya.
     
       Dalam menggunakan media hendaknya guru memperhatikan sejumlah prinsip tertentu agar penggunaan media tersebut dapat mencapai hasil yang baik. Prinsip-prinsip itu menurut Dr. Nana Sudjana (1991: 104) adalah:
1. Menentukan jenis media dengan tepat; artinya, sebaiknya guru memilih terlebih dahulu media manakah yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran yang akan diajarkan.
2. Menetapkan atau memperhitungkan subjek dengan tepat; artinya, perlu diperhitungkan apakah penggunaan media itu sesuai dengan tingkat kematangan/kemampuan anak didik.
3. Menyajikan media dengan tepat; artinya, teknik dan metode penggunaan media dalam pengajaran haruslah disesuaikan dengan tujuan, bahan metode, waktu, dan sarana yang ada.
4. Menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat dan situasi yang tepat. Artinya, kapan dan dalam situasi mana pada waktu mengajar media digunakan. Tentu tidak setiap saat atau selama proses belajar mengajar terus-menerus memperlihatkan atau menjelaskan sesuatu dengan media pengajaran.

F. Dasar Pertimbangan Pemilihan dan Penggunaan Media

       Agar media pengajaran yang dipilih itu tepat, di samping memenuhi prinsip-prinsip pemilihan,juga terdapat beberapa faktor dan kriteria yang perlu diperhatikan sebagaimana diuraikan berikut ini.

1. Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Memilih Media Pengajaran

a. Objektivitas
       Unsur subjektivitas guru dalam memilih media pengajaran harus dihindarkan. Artinya, guru tidak boleh memilih suatu media pengajaran atas dasar kesenangan pribadi. Apabila secara objektif, berdasarkan hasil penelitian atau percobaan, suatu media pengajaran menunjukkan keefektifan dan efisiensi yang tinggi, maka guru jangan merasa bosan menggunakannya. Untuk menghindari pengaruh unsur subjektivitas guru, alangkah baiknya apabila dalam memilih media pengajaran itu guru meminta pandangan atau saran dari teman sejawat, dan/atau melibatkan siswa.

b. Program Pengajaran
       Program pengajaran yang akan disampaikan kepada anak didik harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku, baik isinya, strukturnya, maupun kedalamannya. Meskipun secara teknis program itu sangat baik, jika tidak sesuai dengan kurikulum ia tidak akan banyak membawa manfaat; bahkan mungkin hanya menambah beban, baik bagi anak didik maupun bagi guru di samping akan membuang-buang waktu, tenaga dan biaya. Terkecuali jika program itu hanya dimaksudkan untuk mengisi waktu senggang saja, daripada anak didik bermain-main tidak karuan.

c. Sasaran Program
Sasaran program yang dimaksud adalah anak didik yang akan menerima informasi pengajaran melalui media pengajaran. Pada tingkat usia tertentu dan dalam kondisi tertentu anak didik mempunyai kemampuan tertentu pula, baik cara berpikirnya, daya imajinasinya, kebutuhannya, maupun daya tahan dalam belajarnya. Untuk itu maka media yang akan digunakan harus dilihat kesesuaianya dengan tingkat perkembangan anak didik, baik dari segi bahasa, simbol-simbol yang digunakan, cara dan kecepatan penyajiannya, ataupun waktu penggunaannya.

d. Situasi dan Kondisi
Situasi dan kondisi yang ada juga perlu mendapat perhatian dalam menentukan pilihan media pengajaran yang akan digunakan. Situasi dan kondisi yang dimaksud meliputi:
1) Situasi dan kondisi sekolah atau tempat dan ruangan yang akan dipergunakan, seperti ukurannya, perlengkapannya, ventilasinya.
2) Situasi serta kondisi anak didik yang akan mengikuti pelajaran mengenai jumlahnya, motivasi, dan kegairahannya. Anak didik yang sudah melakukan praktik yang berat, seperti praktik olahraga, biasanya kegairahan belajarnya sangat menurun.

e. Kualitas Teknik
Dari segi teknik, media pengajaran yang akan digunakan perlu diperhatikan, apakah sudah memenuhi syarat. Barangkali ada rekaman audionya atau gambar-gambar atau alat-alat bantunya yang kurang jelas atau kurang lengkap, sehingga perlu penyempumaan sebelum digunakan. Suara atau gambar yang kurang jelas bukan saja tidak menarik, tetapi juga dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.

f. Keefektifan dan Efisiensi Penggunaan
       Keefektifan berkenaan dengan hasil yang dicapai, sedangkan efisiensi berkenaan dengan proses pencapaian hasil tersebut. Keefektifan dalam penggunaan media meliputi apakah dengan menggunakan media tersebut informasi pengajaran dapat diserap oleh anak didik dengan optimal, sehingga menimbulkan perubahan tingkah lakunya. Sedangkan efisiensi meliputi apakah dengan menggunakan media tersebut waktu, tenaga, dan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut sedikit mungkin. Ada media yang dipandang sangat efektif untuk mencapai suatu tujuan, namun proses pencapaiannya tidak efisien, baik dalam pengadaannya maupun di penggunaannya. Demikian pula sebaliknya, ada media yang efisien dalam pengadaannya atau penggunaannya, namun tidak efektif dalam pencapaian hasilnya. Memang sangat sulit untuk mempertahankan keduanya (efektif dan efisien) secara bersamaan, tetapi di dalam memilih media pengajaran guru sedapat mungkin menekan jarak di antara keduanya.

2. Kriteria Pemilihan Media Pengajaran

Apabila akan menggunakan media pengajaran dengan cara memanfaatkan media yang telah ada, guru dapat menjadikan kriteria berikut sebagai dasar acuan:
a. Apakah topik yang akan dibahas dalam media tersebut dapat menarik minat anak didik untuk belajar?
b. Apakah materi yang terkandung dalam media tersebut penting dan berguna bagi anak didik?
c. Apabila media itu sebagai sumber pengajaran yang pokok, apakah isinya relevan dengan kurikulum yang berlaku?
d. Apakah materi yang disajikan otentik dan aktual, ataukah informasi yang sudah lama diketahui massa dan atau peristiwa yang telah lama terjadi?
e. Apakah fakta dan konsepnya terjamin kecermatannya atau ada suatu hal yang masih diragukan?
f. Apakah format penyajiannya berdasarkan tata urutan belajar yang. logis?
g. Apakah pandangannya objektif dan tidak mengandung unsur propaganda atau hasutan terhadap anak didik?
h. Apakah narasi, gambar, efek, warna, dan sebagainya, memenuhi syarat standar kualitas teknis?
i. Apakah bobot penggunaan bahasa, simbol-simbol, dan ilustrasinya sesuai dengan tingkat kematangan berpikir anak didik .'
j. Apakah sudah diuji kesahihannya (validitas)?

Untuk jenis media rancangan (yang dibuat sendiri), pertanyaan yang dijadikan sebagai acuan di antaranya sebagai berikut:
a. Apakah materi yang akan disampaikan itu untuk tujuan pengajaran atau hanya informasi tambahan atau hiburan.
b. Apakah media yang dirancang itu untuk keperluan pembelajaran atau alat bantu pengajaran (peraga)?
c. Apakah dalam pengajarannya akan menggunakan strategi kognitif, afektif, atau psikomotorik?
d. Apakah materi pelajaran yang akan disampaikan itu masih sangat asing bagi anak didik?
e. Apakah perlu rangsangan gerak seperti untuk pengajaran bahasa?
f. Apakah perlu rangsangan seperti pengajaran seni atau olahraga?
g. Apakah perlu rangsangan warna?

   Setelah tujuh pertanyaan tersebut terjawab, maka guru dapat mengajukan alternatif media yang akan dirancang. Alternatif tersebut mungkin jenis media audio, media visual, atau media audiovisual. Selanjutnya ajukan lagi pertanyaan sebagai acuan berikutnya.
a. Apakah bahan dasarnya tersedia atau mudah diperoleh?
b. Apakah alat pembuatannya tersedia?
c. Apakah pembuatannya tidak terlalu rumit?
d. Apabila menghadapi kesulitan, apakah ada orang-orang yang dapat dimintai bantuannya?
e. Apakah mudah dalam penggunaannya dan atau tidak membahayakan seperti meledak, menimbulkan kebakaran, dan sebagainya?
f. Apakah tersedia dana untuk pembuatannya?

       Setelah pertanyaan-pertanyaan tersebut terjawab, akhirnya guru akan dapat menentukan media mana yang dianggap cocok untuk diproduksi. Apabila ternyata tidak ada satu media pun yang dapat diproduksi (dirancang), maka guru harus mencari sumber pengajaran lainnya, misalnya menggunakan narasumber (resource person).

       Selain kriteria pemilihan media pengajaran sebagaimana disebutkan di atas, Nana Sudjana dan Ahmat Rivai (1991: 5) juga mengemukakan rumusannya. Menurut mereka, dalam memilih media untuk kepentingan pengajaran sebaiknya memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut:

a. Ketepatannya dengan tujuan pengajaran; artinya, media pengajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Tujuan-tujuan instruksional yang berisikan unsur-unsur pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, lebih mungkin digunakannya media pengajaran.
b. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran; artinya, bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami siswa.
c. Kemudahan memperoleh media; artinya media yang diperlukan mudah diperoleh setidak-tidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar. Media grafis umumnya mudah dibuat oleh guru tanpa biaya yang mahal, di samping sederhana dan praktis penggunaannya.
d. Keterampilan guru dalam menggunakannya; apa pun jenis media yang diperlukan syarat utama adalah guru dapat menggunakannya dalam proses pengajaran. Nilai dan manfaat yang diharapkan bukan pada medianya, tetapi dampak dari penggunaannya oleh guru pada saat terjadinya interaksi belajar siswa dengan lingkungannya. Adanya OHP, proyektor film, komputer, dan alat-alat canggih lainnya, tetapi dapat menggunakannya dalam pengajaran untuk mempertinggi kualitas pengajaran.
e. Tersedia waktu untuk menggunakannya, sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung.
f. Sesuai dengan taraf berpikir siswa; memilih media untuk pendidikan dan pengajaran harus sesuai dengan taraf berpikir siswa, sehingga makna terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh siswa. Menyajikan grafik yang berisi data dan angka atau proporsi dalam bentuk persen bagi siswa SD kelas-kelas rendah tidak ada manfaatnya. Mungkin lebih tepat dalam bentuk gambar atau poster. Demikian juga diagram yang menjelaskan alur hubungan suatu konsep atau prinsip hanya bisa dilakukan bagi siswa yang telah memiliki kadar berpikir yang tinggi.

       Dengan kriteria pemilihan media tersebut, guru dapat lebih mudah menggunakan media mana yang dianggap tepat untuk membantu mempermudah tugas-tugasnya sebagai pengajar. Kehadiran media dalam proses pengajaran jangan dipaksakan sehingga mempersulit tugas guru, tapi harus sebaliknya, yakni mempermudah guru dalam menjelaskan bahan pengajaran. Karena itu, media bukan keharusan, tetapi sebagai pelengkap jika dipandang perlu untuk mempertinggi kualitas belajar mengajar.
G. Pengembangan dan Pemanfaatan Media Sumber .
       Media pengajaran adalah suatu alat bantu yang tidak bernyawa. Alat ini bersifat netral. Peranannya akan terlihat jika guru pandai memanfaatkannya dalam belajar mengajar. Media apa yang akan dimanfaatkan oleh guru? Kapan pemanfaatannya? Di mana pemanfaatannya? Bagaimana cara pemanfaatannya? Adalah serentetan pernyataan yang perlu diajukan dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan media pengajaran dalam proses belajar mengajar.
     
       Sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar, media mempunyai beberapa fungsi. Nana Sudjana (1991) merumuskan fungsi media pengajaran menjadi enam kategori, sebagai berikut:
1) Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
2) Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar. Ini berarti bahwa media pengajaran merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru.
3) Media pengajaran dalam pengajaran, penggunaannya integral dengan tujuan dari isi pelajaran. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa penggunaan (pemanfaatan) media harus melihat kepada tujuan dan bahan pelajaran.
4) media dalam pengajaran bukan semata-mata alat hiburan, dalam arti digunakan hanya sekadar melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa.
5) Penggunaan media dalam pengajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru.
6) Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar. Dengan perkataan lain, menggunakan media, hasiI belajar yang dicapai siswa akan tahan lama diingat siswa, sehingga mempunyai nilai tinggi.
     
       Ketika fungsi-fungsi media pelajaran itu diaplikasikan ke dalam proses belajar mengajar, maka terlihatlah peranannya sebagai berikut :

a) Media yang digunakan guru sebagai penjelasan dari keterangan terhadap suatu bahan yang guru sampaikan.
b) Media dapat memunculkan permasalahan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh para siswa dalam proses belajarnya. Paling tidak guru dapat memperoleh media sebagai sumber pertanyaan atau stimulasi belajar siswa.
c) Media sebagai sumber belajar bagi siswa. Media sebagai bahan konkret berisikan bahan-bahan yang harus dipelajari para siswa, baik individual maupun kelompok. Kekonkretan sifat media itulah akan banyak membantu tugas guru dalam kegiatan belajar mengajar.

   Bertolak dari fungsi dan peranan media diharapkan pemahaman guru terhadap media menjadi jelas, sehingga tidak memanfaatkan media secara sembarangan. Prinsip-prinsip dan faktor-faktor sebagaimana disebutkan di atas, kiranya jangan diabaikan. Semua itu sangat penting dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan media dalam proses belajar mengajar.

   Sebagai media yang meletakkan cara berpikir konkret dalam kegiatan belajar mengajar, pengembangannya diserahkan kepada guru. Guru dapat mengembangkan media sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini akan terkait dengan kecermatan guru memahami kondisi psikologis siswa, tujuan metode, dan kelengkapan alat bantu. Kesesuaian dan keterpaduan dari semua unsur ini akan sangat mendukung pengembangan media pengajaran.

   Kegagalan seorang guru dalam mengembangkan media pengajaran akan terjadi jika penguasaan terhadap karakteristik media itu sendiri sangat kurang. Pemanfaatan media dengan maksud mengulur-ulur waktu tidak dibenarkan. Karena kegiatan belajar mengajar bukan untuk hal itu. Apabila pemanfaatan media dengan dalih untuk memperkenalkan kekayaan sekolah. Semua itu tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan pencapaian tujuan pengajaran. Karena itu, pemanfaatan media hanya diharuskan dengan maksud untuk mencapai tujuan pengajaran.

Tetapi pemanfaatan media pengajaran juga tidak asal-asalan menurut keinginan guru, tidak berencana dan sistematik. Guru harus memanfaatkannya menurut langkah-Iangkah tertentu, dengan perencanaan yang sistematik. Ada enam langkah yang bisa ditempuh guru pada waktu ia mengajar dengan mempergunakan media. Langkah­langkah itu adalah:
1. Merumuskan tujuan pengajaran dengan memanfaatkan media.
2. Persiapan guru. Pada fase ini guru memilih dan menetapkan media mana yang akan dimanfaatkan guna mencapai tujuan. Dalam hal ini prinsip pemilihan dan dasar pertimbangannya patut diperhatikan.
3. Persiapan kelas. Pada fase ini siswa atau kelas harus mempunyai persiapan, sebelum mereka menerima pelajaran dengan menggunakan media. Guru harus dapat memotivasi mereka agar dapat menilai, mengantisipasi, menghayati pelajaran dengan menggunakan media pengajaran.
4. Langkah penyajian pelajaran dan pemanfaatan media. pada fase ini penyajian bahan pelajaran dengan memanfaatkan media pengajaran. Keahlian guru dituntut di sini. Media diperbantukan oleh guru untuk membantu tugasnya menjelaskan bahan pelajaran. Media dikembangkan penggunaannya untuk keefektifan dan efisiensi pencapaian tujuan.
5. Langkah kegiatan belajar siswa. Pada fase ini siswa belajar dengan memanfaatkan media pengajaran. Pemanfaatan media di sini bisa siswa sendiri yang mempraktikkannya ataupun guru langsung memanfaatkannya, baik di kelas atau di luar kelas.
6. Langkah evaluasi pengajaran. Pada langkah ini kegiatan belajar dievaluasi, sampai sejauh mana tujuan pengajaran tercapai, yang sekaligus dapat dinilai sejauh mana pengaruh media sebagai alat bantu dapat menunjang keberhasilan proses belajar siswa. Hasil evaluasi dapat dijadikan dasar atau bahan bagi proses belajar berikutnya.

       Manfaat penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar, terutama untuk tingkat SD, sangat penting. Sebab pada masa ini siswa masih berpikir konkret, belum mampu berpikir abstrak. Kehadiran media sangat membantu mereka dalam memahami konsep tertentu, yang tidak atau kurang mampu dijelaskan dengan bahasa. Ketidakmampuan guru menjelaskan sesuatu bahan itulah dapat diwakili oleh peranan media. Di sini nilai praktis media terlihat, yang bermanfaat bagi siswa dan guru dalam proses belajar mengajar.

Nana Sudjana (1991) mengemukakan nilai-nilai praktis media pengajaran adalah:
a) Dengan media dapat meletakkan dasar-dasar yang nyata untuk berpikir. Karena itu, dapat mengurangi verbalisme.
b) Dengan media dapat memperbesar minat dan perhatian siswa untuk belajar.
c) Dengan media dapat meletakkan dasar untuk perkembangan belajar sehingga hasil belajar bertambah mantap.
d) Memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri pada setiap siswa.
e) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan.
f) Membantu tumbuhnya pemikiran dan memantau berkembangnya kemampuan berbahasa.
g) Memberikan pengalaman yang tak mudah diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi dan pengalaman belajar yang lebih sempurna.
h) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik.
i) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran.
j) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan,dan lain-lain.

      Nilai-nilai praktik media pengajaran menurut Sudirman N. dkk. (1991) adalah:
a. Meletakkan dasar-dasar yang konkret dari konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi kepahaman yang bersifat verbalisme. Misalnya, untuk menjelaskan bagaimana sistem peredaran darah pada manusia, digunakan film.
b. Menampilkan objek yang terlalu besar yang tidak memungkinkan untuk dibawa ke dalam kelas; misalnya pasar, pabrik, binatang­binatang yang besar, alat-alat perang. Objek-objek tersebut cukup ditampilkan melalui foto, film, atau gambar.
c. Memperlambat gerakan yang terlalu cepat dan mempercepat gerakan yang lambat. Gerakan yang terlalu cepat misalnya gerakan kapal terbang, mobil, mekanisme kerja suatu mesin, dan perubahan wujud suatu zat, metamorfosis.
d. Karena informasi yang diperoleh siswa berasal dari satu sumber serta dalam situasi dan kondisi yang sama, maka dimungkinkan keseragaman pengamatan dan persepsi pada siswa.
e. Membangkitkan motivasi belajar siswa.
f. Dapat mengontrol dan mengatur waktu belajar siswa.
g. Memungkinkan siswa berinteraksi secara langsung dengan lingkungannya (sumber belajar).
h. Bahan pelajaran dapat diulang sesuai dengan kebutuhan dan atau disimpan untuk digunakan pada saat yang lain.
i. Memungkinkan untuk menampilkan objek yang langka seperti peristiwa gerhana matahari total atau binatang yang hidup di kutub.
j. Menampilkan objek yang sulit diamati oleh mata telanjang, misalnya mempelajari tentang bakteri dengan menggunakan mikroskop.

       Demikian pembahasan mengenai penggunaan media dalam proses belajar mengajar ini. Untuk dapat merasakan manfaatnya, guru dapat mempergunakan dan mengembangkannya dalam proses belajar mengajar, baik di kelas maupun di luar kelas. Media yang dapat dimanfaatkan oleh guru adalah media yang sesuai dengan misi tujuan. Cara memanfaatkan media tergantung dari jenis dan karakteristik suatu media. Cara kerja media visual tentu berbeda dengan cara kerja media audiovisual. Cara pemakaiannya tidak mesti harus guru, tetapi siswa juga bisa, selama untuk mencapai tujuan pengajaran.
     
Referensi :

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta, Jakarta, Cet.IV. 2010
     

Keberhasilan Belajar Mengajar

download file Keberhasilan Belajar Mengajar format ms.word
Link : Download keberhasilan Belajar Mengajar.docx

A. Pengertian Keberhasilan

       Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun, untuk menyamakan persepsi sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini yang telah disempurnakan, antara lain bahwa ''Suatu proses belajar mengajar tentang Suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional khusus (TIK)-nya dapat tercapai".

       Untuk mengetahui tercapai tidaknya TIK, guru perlu mengadakan tes formatif setiap selesai menyajikan satu bahasan kepada siswa. Penilaian formatif ini untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai tujuan instruksional khusus (TIK) yang ingin dicapai. Fungsi penilaian ini adalah untuk memberikan umpan batik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan program remedial bagi siswa yang belum berhasil.

       Karena itulah, suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan instruksional khusus dari bahan tersebut.

B. Indikator Keberhasilan
       Yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil adalah hal-hal sebagai berikut:
1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.

       Namun demikian, indikator yang-banyak dipakai sebagai tolok ukur keberhasilan adalah daya serap.

C. Penilaian Keberhasilan
       Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar tersebut dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang Iingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian sebagai berikut:

1. Tes Formatif
       Penilaian ini digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar bahan tertentu dalam waktu tertentu.


2. Tes Subsumatif
       Tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoJeh gambaran tentang daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar siswa .Hasil tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan daJam menentukan nilai rapor.

3. Tes Sumatif
       Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua tahun pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau tarafkeberhasilan belajar siswa dalam suatu periode belajar tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (ranking) atau sebagai ukuran mutu sekolah.
     
       Dalam praktik penilaian di madrasah aliyah, ulangan yang lazim dilaksanakan itu dapat dianggap sebagai tes subsumatif, sebab ruang lingkup dan tujuan ulangan tersebut sama dengan tes subsumatif. Bahkan di beberapa madrasah (sekolah) ada tes fonnatif. Namun demikian, hasil tes ataupun ulangan tersebut pada dasarnya bertujuan memberikan gambaran tentang keberhasilan proses belajar mengajar. Keberhasilan itu dilihat dari segi keberhasilan proses dan keberhasilan produk.
     
D. Tingkat Keberhasilan
     
       Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai di tingkat mana prestasi (hasil) belajar yang telah dicapai. Sehubungan dengan hal inilah keberhasilan proses mengajar itu dibagi atas beberapa tingkatan atau taraf. Tingkatan keberhasilan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Istimewa/ maksimal: Apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa
2. Baik sekali/ optimal: Apabila sebagian besar (76% s.d. 99%) bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai olehsiswa.
3. Baik/minimal : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% s.d. 75% saja dikuasai oleh siswa.
4. Kurang : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh siswa.

       Dengan melihat data yang terdapat dalam format daya serap siswa dalam pelajaran dan persentase keberhasilan siswa dalam mencapai TIK terse but, dapatlah diketahui keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilakukan siswa dan guru.

E. Program Perbaikan
       Taraf atau tingkatan keberhasilan proses belajar mengajar dapat dimanfaatkan untuk berbagai upaya. Salah satunya adalah sehubungan dengan kelangsungan proses belajar mengajar itu sendiri yang antara lain adalah: Apakah proses belajar mengajar berikut pokok bahasan baru, mengulang seluruh pokok bahasan yang baru saja diajarkan, atau mengulang sebagian pokok bahasan yang baru saja diajarkan, atau bagaimana?

       Jawaban terhadap pertanyaan terse but hendaknya didasarkan pada taraf atau tingkat keberhasilan proses belajar mengajar yang baru saja dilaksanakan.
1. Apabila 75% dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar atau mencapai tarafkeberhasilan minimal, optimal, atau bahkan maksimal, maka proses belajar mengajar berikutnya dapat membahas pokok bahasan yang baru.
2. Apabila 75% atau lebih dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar mencapai taraf keberhasilan kurang (di bawah taraf minimal), maka proses belajar mengajar berikutnya hendaknya bersifat perbaikan (remedial).

       Pengukuran tentang taraf atau tingkatan keberhasilan proses belajar mengajar ini temyata berperan penting. Karena itu, pengukurannya harus betul-betul shahih (valid), andal (reliabel), dan lugas (objective). Hal ini mungkin tercapai bila alat ukurannya disusun berdasarkan kaidah, aturan, hukum atau ketentuan penyusunan butir tes.

       Pengajaran perbaikan biasanya mengandung kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a) Mengulang pokok bahasan seluruhnya.
b) Mengulang bagian dari pokok bahasan yang hendak dikuasai.
c) Memecahkan masalah atau menyelesaikan soal-soal bersama-sama. d. Memberikan tugas-tugas khusus.

F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan

       Jika ada guru yang mengatakan bahwa dia tidak ingin berhasil dalam mengajar, adalah ungkapan seorang guru yang sudah putus asa dan jauh dari kepribadian seorang guru. Mustahil setiap guru tidak ingin berhasil dalam mengajar. Apalagi jika guru itu hadir ke dalam dunia pendidikan berdasarkan tuntutan hati nurani. Panggilan jiwanya pasti merintih atas kegagalan mendidik dan membina anak didiknya.

       Betapa tingginya nilai suatu keberhasilan, sampai-sampai seorang guru berusaha sekuat tenaga dan pikiran mempersiapkan program pengajarannya dengan baik dan sistematik. Namun terkadang, keberhasilan yang dicita-citakan, tetapi kegagalan yang ditemui; disebabkan oleh berbagai faktor sebagai penghambatnya. Sebaliknya, jika keberhasilan itu menjadi kenyataan, maka berbagai faktor itu juga sebagai pendukungnya. Berbagai faktor dimaksud adalah tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, alat evaluasi, bahan evaluasi, dan suasana evaluasi. Berbagai faktor tersebut akan dijelaskan satu per satu sebagai berikut:

1. Tujuan
       Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Kepastian dari perjalanan proses belajar mengajar berpangkal tolak dari jelas tidaknya perumusan tujuan pengajaran. Tercapainya tujuan sama halnya keberhasilan pengajaran.

       Sedikit banyaknya perumusan tujuan akan mempengaruhi kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru, dan secara langsung guru mempengaruhi kegiatan belajar anak didik. Guru dengan sengaja menciptakan lingkungan belajar guna mencapai tujuan. Jika kegiatan belajar anak didik dan kegiatan mengajar guru bertentangan, dengan sendirinya tujuan pengajaran pun gaga I untuk dicapai.

       Karena sebagai pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam setiap kali kegiatan belajar mengajar, maka guru selalu diwajibkan merumuskan tujuan pembelajarannya. Guru hanya merumuskan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK), karena Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) sudah tersedia di dalam GBPP. Inilah langkah pertama yang harus guru lakukan dalam menyusun rencana pengajaran.
     
       Tujuan Pembelajaran Khusus ini harus dirumuskan secara operasional dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:.
a) Secara spesifik menyatakan perilaku yang akan dicapai.
b) Membatasi dalam keadaan mana perubahan perilaku diharapkan dapat terjadi (kondisi perubahan perilaku).
c) Secara spesifik menyatakan kriteria perubahan perilaku dalam arti menggambarkan standar minimal perilaku yang dapat diterima sebagai hasil yang dicapai.
     
       Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) adalah wakil dari Tujuan Pembelajaran Umum (TPU). Maka perbuatanTPK harus berpedoman pada TPU. Agar TPK dapat mewakili terhadap TPU perlu dipikirkan beberapa petunjuk (indikator) suatu TPU. lndikator suatu TPU itu banyak, namun dalam hal ini hendaknya yang dipilih yang betul-betul penting sehingga dapat mewakili (representatif) TPU. Berdasarkan indikator terpilih tersebut itulah dirumuskan TPK. Lebih jelas lihat dan perhatikan bagan berikut ini :

     
       Berdasarkan pada indikator terpilih tersebut di atas itulah dapat dirumuskan sejumlah TPK dari TPU yang bersangkutan.
     
       Contoh rumusan TPK berdasarkan ciri-ciri dan indikator terpilih tersebut adalah: "Dengan menggunakan peta siswa dapat menunjukkan tiga daerah objek wisata di Kalimantan Selatan dengan tepat dan benar."
     
       Bila TPK tersebut dianalisis, dapatlah diketahui unsur-unsur berikut:
1. Audience : Siswa
2. Behavior : Dapat menunjukkan tiga daerah objek wisata di Kalimantan Selatan.
3. Condition : Dengan menggunakan peta.
4. Degree : Dengan tepat dan benar.

      Perumusan TPK yang bermacam-macam akan menghasilkan hasil belajar atau perubahan perilaku anak yang bermacam-macam pula. Itu berarti keberhasilan proses belajar mengajar bervariasi juga. Perilaku yang mana yang hendak dihasilkan, menghendaki perumusan TPK yang sesuai dengan perilaku yang hendak dihasilkan. Bila perilaku yang guru hendak capai adalah agar anak dapat membaca, maka perumusan TPK­ nya harus mendukung tercapainya keterampilan membaca yang diinginkan itu. Bila perilaku yang guru hendak capai adalah agar anak dapat menu lis, maka perumusan TPK-nya harus mendukung tercapainya keterampiJan menulis yang diinginkan. Baik keterampilan membaca maupun menulis adalah perilaku (behavior) yang hendak dihasilkan dari kegiatan belajar mengajar. Bila kedua keterampilan tersebut dikuasai oleh anak, maka guru dikatakan berhasil dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Tentu saja keberhasilan itu diketahui setelah dilakukan tes formatif di akhir pengajaran.
   
      Akhirnya, tujuan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasiIan belajar mengajar dalam setiap kali pertemuan kelas.

2. Guru

       Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Guru adalah orang yang berpengalaman dalam bidang profesinya. Dengan keilmuan yang dimilikinya, dia dapat menjadikan anak didik menjadi orang yang cerdas.
     
       Setiap guru mempunyai kepribadian masing-masing sesuai dengan latar belakang kehidupan sebelum mereka menjadi guru. Kepribadian guru diakui sebagai aspek yang tidak bisa dikesampingkan dari kerangka keberhasilan belajar mengajar untuk mengantarkan anak didik menjadi orang yang berilmu pengetahuan dan berkepribadian. Dari kepribadian itulah mempengaruhi pola kepemimpinan yang guru perlihatkan ketika melaksanakan tugas mengajar di kelas.
     
       Pandangan guru terhadap anak didik akan mempengaruhi kegiatan mengajar guru di kelas. Guru yang memandang anak sebagai makhluk individual dengan segala perbedaan dan persamaannya, akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik sebagai makhluk sosial. Perbedaan pandangan dalam memandang anak didik ini akan melahirkan pendekatan yang berbeda pula. Tentu saja, hasil proses belajar mengajarnya pun berlainan.
     
       Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran. Guru pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Karena dia sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya. Kalaupun ditemukan kesulitan hanya pada aspek-aspek tertentu. Hal itu adalah suatu hal yang wajar. Jangankan bagi guru pemula, bagi guru yang sudah berpengalaman pun tidak akan pernah dapat menghindarkan diri dari berbagai masalah di sekolah. Hanya yang membedakannya adalah tingkat kesulitan yang ditemukan. Tmgkat kesulitan yang ditemukan guru semakin hari semakin berkurang pada aspek tertentu seiring dengan bertambahnya pengalaman sebagai guru.
     
       Guru yang bukan berlatar belakang pendidikan keguruan dan ditambah tidak berpengalaman mengajar, akan banyak menemukan masalah di kelas. Terjun menjadi guru mungkin dengan tidak membawa bekal berupa teori-teori pendidikan dan keguruan. Seperti kebanyakan guru pemula jiwanya juga labil, emosinya mudah terangsang dalam bentuk keluhan dan berbagai bentuk sikap lainnya, tetapi dengan semangat dan penuh ide untuk suatu tugas:
     
       Berbagai permasalahan yang dikemukakan di depan adalah aspek­aspek yang ikut mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Paling tidak, keberhasilan belajar mengajar yang dihasilkan bervariasi. Kevariasian ini dilihat dari tingkat keberhasilan anak didik menguasai bahan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam setiap kali pertemuan kelas. Variasi hasil produk ini patokannya adalah tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh setiap anak didik.

3. Anak Didik

       Anak didik adalah orang yang dengan sengaja datang ke sekolah. Orang tuanyalah yang memasukkannya untuk dididik agar menjadi orang yang berilmu pengetahuan di kemudian hari. Kepercayaan orang tua anak diterima oleh guru dengan kesadaran dan penuh keikhlasan. Maka jadilah guru sebagai pengemban tanggungjawab yang diserahkan itu.

       Tanggungjawab guru tidak hanya terdapat seorang anak, tetapi dalam jumlah yang cukup banyak. Anak yang dalam jumlah yang cukup banyak itu tentu saja dari latar belakang kehidupan sosial keluarga dan masyarakat yang berlainan. Karenanya, anak-anak berkumpul di sekolah pun mempunyai karakteristik yang bermacam-macam. Kepribadian mereka ada yang pendiam, ada yang periang, ada yang suka bicara, ada yang kreatif, ada yang keras kepala, ada yang manja, dan sebagainya. Intelektual mereka juga dengan tingkat kecerdasan yang bervariasi. Biologis mereka dengan struktur atau keadaan tubuh yang tidak selalu sama. Karena itu, perbedaan anak pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis ini mempengaruhi kegiatan belajar mengajar.

       Anak yang dengan ciri-ciri mereka masing-masing itu berkumpul di dalam kelas, dan yang mengumpulkannya tentu saja guru atau pengelola sekolah. Banyak sedikitnya jumlah anak didik di kelas akan mempengaruhi pengelolaan kelas. jumlah anak didik yang banyak di kelas, misalnya 30 sampai 45 orang, cenderung lebih sukar dikelola, karena lebih mudah terjadi konflik di antara mereka. Hal ini akan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar mengajar. Apalagi bila anak-anak yang dikumpulkan itu sudah terbiasa kurang disiplin.

       Anak yang menyenangi pelajaran tertentu dan kurang menyenangi pelajaran yang lain adalah perilaku anak yang bermula dari sikap mereka karena minat yang berlainan. Hal ini mempengaruhi kegiatan belajar anak. Biasanya pelajaran yang disenangi, dipelajari oleh anak dengan senang hati pula. Sebaliknya, pelajaran yang kurang disenangi jarang dipelajari oleh anak, sehingga tidak heran bila isi dari pelajaran itu kurang dikuasai oleh anak. Akibatnya, hasil ulangan anak itu jelek.

       Sederetan angka yang terdapat di buku rapor adalah bukti nyata dari keberhasilan belajar mengajar. Angka-angka itu bervariasi dari angka lima sampai angka sembilan. Hal itu sebagai bukti bahwa tingkat penguasaan anak terhadap bahan pelajaran berlainan untuk setiap bidang studio Daya serap anak bermacam-macam untuk dapat menguasai setiap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Karena itu, dikenallah tingkat keberhasilan yang maksimal (istimewa), optimal (baik sekali), minimal (baik), dan kurang untuk setiap bahan ..yang dikuasai oleh anak didik.

       Dengan demikian, dapat diyakini bahwa anak didik adalah unsur manusiawi yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar berikut hasil dari kegiatan itu, yaitu keberhasilan belajar mengajar.


4. Kegiatan Pengajaran

       Pola umum kegiatan pengajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dengan anak didik dengan bahan sebagai perantaranya. Guru yang mengajar, anak didik yang belajar. Maka guru adalah orang yang menciptakan Iingkungan belajar bagi kepentingan belajar anak didik. Anak didik adalah orang yang digiring ke dalam lingkungan belajar yang telah diciptakan oleh guru. Gaya mengajar guru berubaha mempengaruhi gay a belajar anak didik. Tetapi di sini gaya mengajar guru lebih dominan mempengaruhi gaya belajar anak didik. Gaya-gaya mengajar, menurut Muhammad Ali (1992; 59), dapat dibedakan ke dalam empat macam. yaitu gaya mengajar klasik, gaya mengajar teknologis, gaya mengajar personalisasi, dan gaya mengajar interaksional.
     
       Dalam kegiatan belajar mengajar, pendekatan yang guru ambi I akan menghasilkan kegiatan anak didik yang bermacam-macam. Guru yang menggunakan pendekatan individual, misalnya berusaha memahami anak didik sebagai makhluk individual dengan segala persamaan dan perbedaannya. Guru yang menggunakan pendekatan kelompok berusaha memahami anak didik sebagai makhluk sosial. Dari kedua pendekatan tersebut lahirlah kegiatan belajar mengajar yang berlainan, dengan tingkat keberhasilan belajar mengajar yang tidak sama pula. Perpaduan dari kedua pendekatan itu malah akan menghasilkan hasil belajar mengajar yang lebih baik.
     
       Strategi penggunaan metode mengajar amat menentukan kualitas hasil belajar mengajar. Hasil pengajaran yang dihasilkan. dari penggunaan metode ceramah tidak sama dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode tanyajawab atau metode diskusi. Demikian juga halnya dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode problem solving berbeda dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode resitasi.
     
       Jarang ditemukan guru hanya menggunakan satu metode dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabkan rumusan tujuan yang guru buat tidak hanya satu, tetapi bisa lebih dari dua rumusan tujuan. ltu berarti menghendaki penggunaan metode mengajar harus lebih dari satu metode. Metode mengajar yang satu untuk mencapai tujuan yang satu, sementara metode mengajar yang lain untuk mencapai tujuan yang lain. Bermacam-macam penggunaan metode mengajar akan menghasilkan hasil belajar mengajar yang berlainan kualitasnya. Penggunaan metode ceramah misalnya, adalah strategi pengajaran untuk mencapai tujuan pada tingkat yang rendah. Berbeda dengan penggunaan metode problem solving. Penggunaan metode ini tentu saja untuk mencapai tujuan pengajaran pada tingkat yang tinggi. Jadi, penggunaan metode mengajar mempengaruhi tinggi rendahnya mutu keberhasilan belajar mengajar.

5. Bahan dan Alat Evaluasi

       Bahan evaluasi adalah suatu bahan yang terdapat di dalam kurikulum yang sudah dipelajari oleh anak didik guna kepentingan ulangan. Biasanya bahan pelajaran itu sudah dikemas dalam bentuk buku paket untuk dikonsumsi oleh anak didik. Setiap anak didik dan guru wajib mempunyai buku paket tersebut guna kepentingan kegiatan belajar mengajar di kelas.

       Bila tiba masa ulangan, semua bahan yang telah diprogramkan dan harus selesai dalam jangka waktu tertentu dijadikan sebagai bahan untuk pembuatan item-item soal evaluasi. Gurulah yang membuatnya dengan perencanaan yang sistematis dan dengan penggunaan alat evaluasi. Alat-alat evaluasi yang umumnya digunakan tidak hanya benar-salah (true-false) dan pilihan ganda (multiple-choice), tapijuga menjodohkan (matching), melengkapi (completion), dan essay.

       Masing-masing alat evaluasi itu mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Menyadari akan hal itu, jarang ditemukan pembuatan item-item soal yang hanya menggunakan satu alat evaluasi. Tetapi guru sudah menggabungnya lebih dari satu alat evaluasi. Benar-salah (B-S) dan pilihan ganda adalah bagian dari tes objektif. Maksudnya, objektif dalam hal pengoreksian, tapi belum tentu objektif dalam jawaban yang dilakukan oleh anak didik. Karena sifat alat ini mengharuskan anak didik memilih jawaban yang sudah disediakan dan tidak ada alternatif lain di luar dari alternatif itu, maka bila anak didik tidak dapat menjawabnya, dia cenderung melakukan tindakan spekulasi, pengambilan sikap untung-untungan ketimbang tidak berisi. Bila benar untung, bila salah tidak menjawab soal. Strategi lainnya lagi adalah anak didik melakukan kerja sama dengan teman-temannya yang kebetulan duduk berdekatan. Kerja samanya teratur rapi dan terkadang guru kurang dapat mengontrolnya. Sebab dalam melakukan kerja sama itu mereka menggunakan sandi-sandi tertentu yang hanya kelompok mereka itulah yang dapat mengetahuinya. Sandinya misalnya, dalam bentuk kode acungan jempol, gerakan tubuh, atau isyarat melalui benda yang sudah disepakati sebelum ulangan dilaksanakan, dan sebagainya.
     
       Pembuatan item soal dengan memakai alat tes objektif dapat menampung hampir semua bahan pelajaran yang sudah dipelajari oleh anak didik dalam satu semester, tapi kelemahannya terletak pada penguasaan anak didik terhadap bahan pelajaran bersifat semu, suatu penguasaan bahan pelajaran yang masih samar-samar. Jika alternatif itu tidak dicantumkan, kemungkinan besar anak didik kurang mampu memberikan jawaban yang tepat.
       Alat tes dalam bentuk essay dapat mengurangi sikap dan tindakan spekulasi pada anak didik. Sebab alat tes ini hanya dapat dijawab bila anak didik betul-betul menguasai bahan pelajaran dengan baik. Bila tidak, kemungkinan besar anak didik tidak dapat menjawabnya dengan baik dan benar. Kelemahan alat tes ini adalah dari segi pembuatan item soal tidak semua bahan pelajaran dalam satu semester dapat tertampung untuk disuguhkan kepada anak didik pada waktu ulangan. Essay memang alat tes yang tidak objektif, karena dalam penilaiannya, kalaupun ada standar penilaian, masih terpengaruh dengan selera guru. Apalagi bila tulisan anak didik tidak mudah terbaca, kejengkelan hati segera muncul dan pemberian nilai tanpa pemeriksaan pun dilakukan.
     
       Maraknya tindakan spekulatif pada anak didik barangkali salah satu faktor penyebabnya adalah teknik penilaian yang berlainan dengan rumus penilaian menurut kesepakatan para ahli. Untuk tes objektif mempunyai rumus penilaian masing-masing. Jadi, ke sanalah rujukan standar penilaian itu, bukan membuat rumus penilaian yang cenderung mendatangkan sikap dan tindakan spekulatif pada anak didik. Bahkan pembuatan soal pun harus bergerak dari yang mudah, sedang, hingga ke yang sukar, dengan proporsi tertentu. Membuat rumus penilaian sendiri tidak dilarang. Sekali lagi, tidak dilarang. Selama pembuatannya menutup jalur-jalur spekulatif pada anak didik.
     
       Berbagai permasalahan yang telah dikemukakan tersebut mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Validitas dan reliabilitas data dari hasil evaluasi itulah yang mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Bila alat tes itu tidak valid dan tidak reliable, maka tidak dapat dipercaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar mengajar.
     
     
6. Suasana Evaluasi
     
       Selain faktor tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, serta bahan dan alat evaluasi, faktor suasana evaluasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Pelaksanaan evaluasi biasanya dilaksanakan di dalam kelas. Semua anak didik dibagi menurut kelas masing-masing. Kelas I, kelas II, dan kelas III dikumpulkan menurut tingkatan masing-masing. Besar kecilnya jumlah anak didik yang dikumpulkan di dalam kelas akan mempengaruhi suasana kelas. Sekaligus mempengaruhi suasana evaluasi yang dilaksanakan. Sistem silang adalah teknik lain dari kegiatan mengelompokkan anak didik dalam rangka evaluasi. Sistem ini dimaksudkan untuk mendapatkan data hasil evaluasi yang benar-benar objektif.
     
       Karena sikap mental anak didik belum semuanya siap untuk berlaku jujur, maka dihadirkanlah satu atau dua orang pengawas atau guru yang ditugaskan untuk mengawasinya. Selama pelaksanaan evaluasi, selama itu juga seorang pengawas mengamati semua sikap, gerak-gerik yang dilakukan oleh anak didik. Pengawasan yang dilakukan itu tidak hanya duduk berlama-lama di kursi, tapi dapat berjalan dari muka ke belakang sewaktu-waktu, sesuai keadaan.
     
       Sikap yang merugikan pelaksanaan evaluasi dari seorang pengawas adalah membiarkan anak didik melakukan hubungan kerja sama di antara anak didik. Pengawas seolah-olah tidak mau tau apa yang dilakukan oleh anak didik selama ulangan. Tidak peduli apakah anak didik nyontek, membuka kertas kecil yang berisi catatan yang baru diambil dari balik pakaian, atau membiarkan anak didik bertanya jawab dalam upaya mendapatkan jawaban yang benar. Lebih merugikan lagi adalah sikap pengawas yang dengan sengaja menyuruh anak didik membuka buku atau catatan untuk mengatasi ketidakberdayaan anak didik dalam menjawab item-item soal, Dengan dalih, karena koreksinya sistem silang, malu kebodohan anak didik diketahui oleh sekolah lain.
     
       Suasana evaluasi yang demikian tentu saja, disadari atau tidak, merugikan anak didik untuk bersikap jujur dengan sungguh-sungguh belajar di rumah dalam mempersiapkan diri menghadapi ulangan. Anak didik merasa diperlakukan secara tidak adil, mereka tentu kecewa, mereka sedih, mereka berontak dalam hati, mengapa harus terjadi suasana evaluasi yang kurang sedap dipandang mata itu. Di manakah penghargaan pengawas atas jerih payahnya belajar selama ini. Mungkin masih banyak lagi pertanyaan yang berkecamuk di dalam diri anak didik.
     
       Dampak di kemudian hari dari sikap pengawas yang demikian itu, adalah mengakibatkan anak didik kemungkinan besar malas belajar dan kurang memperhatikan penjelasan guru ketika belajar mengajar berlangsung, Hal inilah yang seharusnya tidak boleh terjadi pad a diri anak didik. Inilah dampak yang merugikan terhadap keberhasilan belajar mengajar.


DAFTAR PUSTAKA

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta, Jakarta, Cet.IV. 2010