Keberhasilan Belajar Mengajar

download file Keberhasilan Belajar Mengajar format ms.word
Link : Download keberhasilan Belajar Mengajar.docx

A. Pengertian Keberhasilan

       Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun, untuk menyamakan persepsi sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini yang telah disempurnakan, antara lain bahwa ''Suatu proses belajar mengajar tentang Suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional khusus (TIK)-nya dapat tercapai".

       Untuk mengetahui tercapai tidaknya TIK, guru perlu mengadakan tes formatif setiap selesai menyajikan satu bahasan kepada siswa. Penilaian formatif ini untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai tujuan instruksional khusus (TIK) yang ingin dicapai. Fungsi penilaian ini adalah untuk memberikan umpan batik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan program remedial bagi siswa yang belum berhasil.

       Karena itulah, suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan instruksional khusus dari bahan tersebut.

B. Indikator Keberhasilan
       Yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil adalah hal-hal sebagai berikut:
1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.

       Namun demikian, indikator yang-banyak dipakai sebagai tolok ukur keberhasilan adalah daya serap.

C. Penilaian Keberhasilan
       Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar tersebut dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang Iingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian sebagai berikut:

1. Tes Formatif
       Penilaian ini digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar bahan tertentu dalam waktu tertentu.


2. Tes Subsumatif
       Tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoJeh gambaran tentang daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar siswa .Hasil tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan daJam menentukan nilai rapor.

3. Tes Sumatif
       Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua tahun pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau tarafkeberhasilan belajar siswa dalam suatu periode belajar tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (ranking) atau sebagai ukuran mutu sekolah.
     
       Dalam praktik penilaian di madrasah aliyah, ulangan yang lazim dilaksanakan itu dapat dianggap sebagai tes subsumatif, sebab ruang lingkup dan tujuan ulangan tersebut sama dengan tes subsumatif. Bahkan di beberapa madrasah (sekolah) ada tes fonnatif. Namun demikian, hasil tes ataupun ulangan tersebut pada dasarnya bertujuan memberikan gambaran tentang keberhasilan proses belajar mengajar. Keberhasilan itu dilihat dari segi keberhasilan proses dan keberhasilan produk.
     
D. Tingkat Keberhasilan
     
       Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai di tingkat mana prestasi (hasil) belajar yang telah dicapai. Sehubungan dengan hal inilah keberhasilan proses mengajar itu dibagi atas beberapa tingkatan atau taraf. Tingkatan keberhasilan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Istimewa/ maksimal: Apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa
2. Baik sekali/ optimal: Apabila sebagian besar (76% s.d. 99%) bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai olehsiswa.
3. Baik/minimal : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% s.d. 75% saja dikuasai oleh siswa.
4. Kurang : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh siswa.

       Dengan melihat data yang terdapat dalam format daya serap siswa dalam pelajaran dan persentase keberhasilan siswa dalam mencapai TIK terse but, dapatlah diketahui keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilakukan siswa dan guru.

E. Program Perbaikan
       Taraf atau tingkatan keberhasilan proses belajar mengajar dapat dimanfaatkan untuk berbagai upaya. Salah satunya adalah sehubungan dengan kelangsungan proses belajar mengajar itu sendiri yang antara lain adalah: Apakah proses belajar mengajar berikut pokok bahasan baru, mengulang seluruh pokok bahasan yang baru saja diajarkan, atau mengulang sebagian pokok bahasan yang baru saja diajarkan, atau bagaimana?

       Jawaban terhadap pertanyaan terse but hendaknya didasarkan pada taraf atau tingkat keberhasilan proses belajar mengajar yang baru saja dilaksanakan.
1. Apabila 75% dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar atau mencapai tarafkeberhasilan minimal, optimal, atau bahkan maksimal, maka proses belajar mengajar berikutnya dapat membahas pokok bahasan yang baru.
2. Apabila 75% atau lebih dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar mencapai taraf keberhasilan kurang (di bawah taraf minimal), maka proses belajar mengajar berikutnya hendaknya bersifat perbaikan (remedial).

       Pengukuran tentang taraf atau tingkatan keberhasilan proses belajar mengajar ini temyata berperan penting. Karena itu, pengukurannya harus betul-betul shahih (valid), andal (reliabel), dan lugas (objective). Hal ini mungkin tercapai bila alat ukurannya disusun berdasarkan kaidah, aturan, hukum atau ketentuan penyusunan butir tes.

       Pengajaran perbaikan biasanya mengandung kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a) Mengulang pokok bahasan seluruhnya.
b) Mengulang bagian dari pokok bahasan yang hendak dikuasai.
c) Memecahkan masalah atau menyelesaikan soal-soal bersama-sama. d. Memberikan tugas-tugas khusus.

F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan

       Jika ada guru yang mengatakan bahwa dia tidak ingin berhasil dalam mengajar, adalah ungkapan seorang guru yang sudah putus asa dan jauh dari kepribadian seorang guru. Mustahil setiap guru tidak ingin berhasil dalam mengajar. Apalagi jika guru itu hadir ke dalam dunia pendidikan berdasarkan tuntutan hati nurani. Panggilan jiwanya pasti merintih atas kegagalan mendidik dan membina anak didiknya.

       Betapa tingginya nilai suatu keberhasilan, sampai-sampai seorang guru berusaha sekuat tenaga dan pikiran mempersiapkan program pengajarannya dengan baik dan sistematik. Namun terkadang, keberhasilan yang dicita-citakan, tetapi kegagalan yang ditemui; disebabkan oleh berbagai faktor sebagai penghambatnya. Sebaliknya, jika keberhasilan itu menjadi kenyataan, maka berbagai faktor itu juga sebagai pendukungnya. Berbagai faktor dimaksud adalah tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, alat evaluasi, bahan evaluasi, dan suasana evaluasi. Berbagai faktor tersebut akan dijelaskan satu per satu sebagai berikut:

1. Tujuan
       Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Kepastian dari perjalanan proses belajar mengajar berpangkal tolak dari jelas tidaknya perumusan tujuan pengajaran. Tercapainya tujuan sama halnya keberhasilan pengajaran.

       Sedikit banyaknya perumusan tujuan akan mempengaruhi kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru, dan secara langsung guru mempengaruhi kegiatan belajar anak didik. Guru dengan sengaja menciptakan lingkungan belajar guna mencapai tujuan. Jika kegiatan belajar anak didik dan kegiatan mengajar guru bertentangan, dengan sendirinya tujuan pengajaran pun gaga I untuk dicapai.

       Karena sebagai pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam setiap kali kegiatan belajar mengajar, maka guru selalu diwajibkan merumuskan tujuan pembelajarannya. Guru hanya merumuskan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK), karena Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) sudah tersedia di dalam GBPP. Inilah langkah pertama yang harus guru lakukan dalam menyusun rencana pengajaran.
     
       Tujuan Pembelajaran Khusus ini harus dirumuskan secara operasional dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:.
a) Secara spesifik menyatakan perilaku yang akan dicapai.
b) Membatasi dalam keadaan mana perubahan perilaku diharapkan dapat terjadi (kondisi perubahan perilaku).
c) Secara spesifik menyatakan kriteria perubahan perilaku dalam arti menggambarkan standar minimal perilaku yang dapat diterima sebagai hasil yang dicapai.
     
       Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) adalah wakil dari Tujuan Pembelajaran Umum (TPU). Maka perbuatanTPK harus berpedoman pada TPU. Agar TPK dapat mewakili terhadap TPU perlu dipikirkan beberapa petunjuk (indikator) suatu TPU. lndikator suatu TPU itu banyak, namun dalam hal ini hendaknya yang dipilih yang betul-betul penting sehingga dapat mewakili (representatif) TPU. Berdasarkan indikator terpilih tersebut itulah dirumuskan TPK. Lebih jelas lihat dan perhatikan bagan berikut ini :

     
       Berdasarkan pada indikator terpilih tersebut di atas itulah dapat dirumuskan sejumlah TPK dari TPU yang bersangkutan.
     
       Contoh rumusan TPK berdasarkan ciri-ciri dan indikator terpilih tersebut adalah: "Dengan menggunakan peta siswa dapat menunjukkan tiga daerah objek wisata di Kalimantan Selatan dengan tepat dan benar."
     
       Bila TPK tersebut dianalisis, dapatlah diketahui unsur-unsur berikut:
1. Audience : Siswa
2. Behavior : Dapat menunjukkan tiga daerah objek wisata di Kalimantan Selatan.
3. Condition : Dengan menggunakan peta.
4. Degree : Dengan tepat dan benar.

      Perumusan TPK yang bermacam-macam akan menghasilkan hasil belajar atau perubahan perilaku anak yang bermacam-macam pula. Itu berarti keberhasilan proses belajar mengajar bervariasi juga. Perilaku yang mana yang hendak dihasilkan, menghendaki perumusan TPK yang sesuai dengan perilaku yang hendak dihasilkan. Bila perilaku yang guru hendak capai adalah agar anak dapat membaca, maka perumusan TPK­ nya harus mendukung tercapainya keterampilan membaca yang diinginkan itu. Bila perilaku yang guru hendak capai adalah agar anak dapat menu lis, maka perumusan TPK-nya harus mendukung tercapainya keterampiJan menulis yang diinginkan. Baik keterampilan membaca maupun menulis adalah perilaku (behavior) yang hendak dihasilkan dari kegiatan belajar mengajar. Bila kedua keterampilan tersebut dikuasai oleh anak, maka guru dikatakan berhasil dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Tentu saja keberhasilan itu diketahui setelah dilakukan tes formatif di akhir pengajaran.
   
      Akhirnya, tujuan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasiIan belajar mengajar dalam setiap kali pertemuan kelas.

2. Guru

       Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Guru adalah orang yang berpengalaman dalam bidang profesinya. Dengan keilmuan yang dimilikinya, dia dapat menjadikan anak didik menjadi orang yang cerdas.
     
       Setiap guru mempunyai kepribadian masing-masing sesuai dengan latar belakang kehidupan sebelum mereka menjadi guru. Kepribadian guru diakui sebagai aspek yang tidak bisa dikesampingkan dari kerangka keberhasilan belajar mengajar untuk mengantarkan anak didik menjadi orang yang berilmu pengetahuan dan berkepribadian. Dari kepribadian itulah mempengaruhi pola kepemimpinan yang guru perlihatkan ketika melaksanakan tugas mengajar di kelas.
     
       Pandangan guru terhadap anak didik akan mempengaruhi kegiatan mengajar guru di kelas. Guru yang memandang anak sebagai makhluk individual dengan segala perbedaan dan persamaannya, akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik sebagai makhluk sosial. Perbedaan pandangan dalam memandang anak didik ini akan melahirkan pendekatan yang berbeda pula. Tentu saja, hasil proses belajar mengajarnya pun berlainan.
     
       Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran. Guru pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Karena dia sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya. Kalaupun ditemukan kesulitan hanya pada aspek-aspek tertentu. Hal itu adalah suatu hal yang wajar. Jangankan bagi guru pemula, bagi guru yang sudah berpengalaman pun tidak akan pernah dapat menghindarkan diri dari berbagai masalah di sekolah. Hanya yang membedakannya adalah tingkat kesulitan yang ditemukan. Tmgkat kesulitan yang ditemukan guru semakin hari semakin berkurang pada aspek tertentu seiring dengan bertambahnya pengalaman sebagai guru.
     
       Guru yang bukan berlatar belakang pendidikan keguruan dan ditambah tidak berpengalaman mengajar, akan banyak menemukan masalah di kelas. Terjun menjadi guru mungkin dengan tidak membawa bekal berupa teori-teori pendidikan dan keguruan. Seperti kebanyakan guru pemula jiwanya juga labil, emosinya mudah terangsang dalam bentuk keluhan dan berbagai bentuk sikap lainnya, tetapi dengan semangat dan penuh ide untuk suatu tugas:
     
       Berbagai permasalahan yang dikemukakan di depan adalah aspek­aspek yang ikut mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Paling tidak, keberhasilan belajar mengajar yang dihasilkan bervariasi. Kevariasian ini dilihat dari tingkat keberhasilan anak didik menguasai bahan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam setiap kali pertemuan kelas. Variasi hasil produk ini patokannya adalah tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh setiap anak didik.

3. Anak Didik

       Anak didik adalah orang yang dengan sengaja datang ke sekolah. Orang tuanyalah yang memasukkannya untuk dididik agar menjadi orang yang berilmu pengetahuan di kemudian hari. Kepercayaan orang tua anak diterima oleh guru dengan kesadaran dan penuh keikhlasan. Maka jadilah guru sebagai pengemban tanggungjawab yang diserahkan itu.

       Tanggungjawab guru tidak hanya terdapat seorang anak, tetapi dalam jumlah yang cukup banyak. Anak yang dalam jumlah yang cukup banyak itu tentu saja dari latar belakang kehidupan sosial keluarga dan masyarakat yang berlainan. Karenanya, anak-anak berkumpul di sekolah pun mempunyai karakteristik yang bermacam-macam. Kepribadian mereka ada yang pendiam, ada yang periang, ada yang suka bicara, ada yang kreatif, ada yang keras kepala, ada yang manja, dan sebagainya. Intelektual mereka juga dengan tingkat kecerdasan yang bervariasi. Biologis mereka dengan struktur atau keadaan tubuh yang tidak selalu sama. Karena itu, perbedaan anak pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis ini mempengaruhi kegiatan belajar mengajar.

       Anak yang dengan ciri-ciri mereka masing-masing itu berkumpul di dalam kelas, dan yang mengumpulkannya tentu saja guru atau pengelola sekolah. Banyak sedikitnya jumlah anak didik di kelas akan mempengaruhi pengelolaan kelas. jumlah anak didik yang banyak di kelas, misalnya 30 sampai 45 orang, cenderung lebih sukar dikelola, karena lebih mudah terjadi konflik di antara mereka. Hal ini akan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar mengajar. Apalagi bila anak-anak yang dikumpulkan itu sudah terbiasa kurang disiplin.

       Anak yang menyenangi pelajaran tertentu dan kurang menyenangi pelajaran yang lain adalah perilaku anak yang bermula dari sikap mereka karena minat yang berlainan. Hal ini mempengaruhi kegiatan belajar anak. Biasanya pelajaran yang disenangi, dipelajari oleh anak dengan senang hati pula. Sebaliknya, pelajaran yang kurang disenangi jarang dipelajari oleh anak, sehingga tidak heran bila isi dari pelajaran itu kurang dikuasai oleh anak. Akibatnya, hasil ulangan anak itu jelek.

       Sederetan angka yang terdapat di buku rapor adalah bukti nyata dari keberhasilan belajar mengajar. Angka-angka itu bervariasi dari angka lima sampai angka sembilan. Hal itu sebagai bukti bahwa tingkat penguasaan anak terhadap bahan pelajaran berlainan untuk setiap bidang studio Daya serap anak bermacam-macam untuk dapat menguasai setiap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Karena itu, dikenallah tingkat keberhasilan yang maksimal (istimewa), optimal (baik sekali), minimal (baik), dan kurang untuk setiap bahan ..yang dikuasai oleh anak didik.

       Dengan demikian, dapat diyakini bahwa anak didik adalah unsur manusiawi yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar berikut hasil dari kegiatan itu, yaitu keberhasilan belajar mengajar.


4. Kegiatan Pengajaran

       Pola umum kegiatan pengajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dengan anak didik dengan bahan sebagai perantaranya. Guru yang mengajar, anak didik yang belajar. Maka guru adalah orang yang menciptakan Iingkungan belajar bagi kepentingan belajar anak didik. Anak didik adalah orang yang digiring ke dalam lingkungan belajar yang telah diciptakan oleh guru. Gaya mengajar guru berubaha mempengaruhi gay a belajar anak didik. Tetapi di sini gaya mengajar guru lebih dominan mempengaruhi gaya belajar anak didik. Gaya-gaya mengajar, menurut Muhammad Ali (1992; 59), dapat dibedakan ke dalam empat macam. yaitu gaya mengajar klasik, gaya mengajar teknologis, gaya mengajar personalisasi, dan gaya mengajar interaksional.
     
       Dalam kegiatan belajar mengajar, pendekatan yang guru ambi I akan menghasilkan kegiatan anak didik yang bermacam-macam. Guru yang menggunakan pendekatan individual, misalnya berusaha memahami anak didik sebagai makhluk individual dengan segala persamaan dan perbedaannya. Guru yang menggunakan pendekatan kelompok berusaha memahami anak didik sebagai makhluk sosial. Dari kedua pendekatan tersebut lahirlah kegiatan belajar mengajar yang berlainan, dengan tingkat keberhasilan belajar mengajar yang tidak sama pula. Perpaduan dari kedua pendekatan itu malah akan menghasilkan hasil belajar mengajar yang lebih baik.
     
       Strategi penggunaan metode mengajar amat menentukan kualitas hasil belajar mengajar. Hasil pengajaran yang dihasilkan. dari penggunaan metode ceramah tidak sama dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode tanyajawab atau metode diskusi. Demikian juga halnya dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode problem solving berbeda dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode resitasi.
     
       Jarang ditemukan guru hanya menggunakan satu metode dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabkan rumusan tujuan yang guru buat tidak hanya satu, tetapi bisa lebih dari dua rumusan tujuan. ltu berarti menghendaki penggunaan metode mengajar harus lebih dari satu metode. Metode mengajar yang satu untuk mencapai tujuan yang satu, sementara metode mengajar yang lain untuk mencapai tujuan yang lain. Bermacam-macam penggunaan metode mengajar akan menghasilkan hasil belajar mengajar yang berlainan kualitasnya. Penggunaan metode ceramah misalnya, adalah strategi pengajaran untuk mencapai tujuan pada tingkat yang rendah. Berbeda dengan penggunaan metode problem solving. Penggunaan metode ini tentu saja untuk mencapai tujuan pengajaran pada tingkat yang tinggi. Jadi, penggunaan metode mengajar mempengaruhi tinggi rendahnya mutu keberhasilan belajar mengajar.

5. Bahan dan Alat Evaluasi

       Bahan evaluasi adalah suatu bahan yang terdapat di dalam kurikulum yang sudah dipelajari oleh anak didik guna kepentingan ulangan. Biasanya bahan pelajaran itu sudah dikemas dalam bentuk buku paket untuk dikonsumsi oleh anak didik. Setiap anak didik dan guru wajib mempunyai buku paket tersebut guna kepentingan kegiatan belajar mengajar di kelas.

       Bila tiba masa ulangan, semua bahan yang telah diprogramkan dan harus selesai dalam jangka waktu tertentu dijadikan sebagai bahan untuk pembuatan item-item soal evaluasi. Gurulah yang membuatnya dengan perencanaan yang sistematis dan dengan penggunaan alat evaluasi. Alat-alat evaluasi yang umumnya digunakan tidak hanya benar-salah (true-false) dan pilihan ganda (multiple-choice), tapijuga menjodohkan (matching), melengkapi (completion), dan essay.

       Masing-masing alat evaluasi itu mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Menyadari akan hal itu, jarang ditemukan pembuatan item-item soal yang hanya menggunakan satu alat evaluasi. Tetapi guru sudah menggabungnya lebih dari satu alat evaluasi. Benar-salah (B-S) dan pilihan ganda adalah bagian dari tes objektif. Maksudnya, objektif dalam hal pengoreksian, tapi belum tentu objektif dalam jawaban yang dilakukan oleh anak didik. Karena sifat alat ini mengharuskan anak didik memilih jawaban yang sudah disediakan dan tidak ada alternatif lain di luar dari alternatif itu, maka bila anak didik tidak dapat menjawabnya, dia cenderung melakukan tindakan spekulasi, pengambilan sikap untung-untungan ketimbang tidak berisi. Bila benar untung, bila salah tidak menjawab soal. Strategi lainnya lagi adalah anak didik melakukan kerja sama dengan teman-temannya yang kebetulan duduk berdekatan. Kerja samanya teratur rapi dan terkadang guru kurang dapat mengontrolnya. Sebab dalam melakukan kerja sama itu mereka menggunakan sandi-sandi tertentu yang hanya kelompok mereka itulah yang dapat mengetahuinya. Sandinya misalnya, dalam bentuk kode acungan jempol, gerakan tubuh, atau isyarat melalui benda yang sudah disepakati sebelum ulangan dilaksanakan, dan sebagainya.
     
       Pembuatan item soal dengan memakai alat tes objektif dapat menampung hampir semua bahan pelajaran yang sudah dipelajari oleh anak didik dalam satu semester, tapi kelemahannya terletak pada penguasaan anak didik terhadap bahan pelajaran bersifat semu, suatu penguasaan bahan pelajaran yang masih samar-samar. Jika alternatif itu tidak dicantumkan, kemungkinan besar anak didik kurang mampu memberikan jawaban yang tepat.
       Alat tes dalam bentuk essay dapat mengurangi sikap dan tindakan spekulasi pada anak didik. Sebab alat tes ini hanya dapat dijawab bila anak didik betul-betul menguasai bahan pelajaran dengan baik. Bila tidak, kemungkinan besar anak didik tidak dapat menjawabnya dengan baik dan benar. Kelemahan alat tes ini adalah dari segi pembuatan item soal tidak semua bahan pelajaran dalam satu semester dapat tertampung untuk disuguhkan kepada anak didik pada waktu ulangan. Essay memang alat tes yang tidak objektif, karena dalam penilaiannya, kalaupun ada standar penilaian, masih terpengaruh dengan selera guru. Apalagi bila tulisan anak didik tidak mudah terbaca, kejengkelan hati segera muncul dan pemberian nilai tanpa pemeriksaan pun dilakukan.
     
       Maraknya tindakan spekulatif pada anak didik barangkali salah satu faktor penyebabnya adalah teknik penilaian yang berlainan dengan rumus penilaian menurut kesepakatan para ahli. Untuk tes objektif mempunyai rumus penilaian masing-masing. Jadi, ke sanalah rujukan standar penilaian itu, bukan membuat rumus penilaian yang cenderung mendatangkan sikap dan tindakan spekulatif pada anak didik. Bahkan pembuatan soal pun harus bergerak dari yang mudah, sedang, hingga ke yang sukar, dengan proporsi tertentu. Membuat rumus penilaian sendiri tidak dilarang. Sekali lagi, tidak dilarang. Selama pembuatannya menutup jalur-jalur spekulatif pada anak didik.
     
       Berbagai permasalahan yang telah dikemukakan tersebut mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Validitas dan reliabilitas data dari hasil evaluasi itulah yang mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Bila alat tes itu tidak valid dan tidak reliable, maka tidak dapat dipercaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar mengajar.
     
     
6. Suasana Evaluasi
     
       Selain faktor tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, serta bahan dan alat evaluasi, faktor suasana evaluasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Pelaksanaan evaluasi biasanya dilaksanakan di dalam kelas. Semua anak didik dibagi menurut kelas masing-masing. Kelas I, kelas II, dan kelas III dikumpulkan menurut tingkatan masing-masing. Besar kecilnya jumlah anak didik yang dikumpulkan di dalam kelas akan mempengaruhi suasana kelas. Sekaligus mempengaruhi suasana evaluasi yang dilaksanakan. Sistem silang adalah teknik lain dari kegiatan mengelompokkan anak didik dalam rangka evaluasi. Sistem ini dimaksudkan untuk mendapatkan data hasil evaluasi yang benar-benar objektif.
     
       Karena sikap mental anak didik belum semuanya siap untuk berlaku jujur, maka dihadirkanlah satu atau dua orang pengawas atau guru yang ditugaskan untuk mengawasinya. Selama pelaksanaan evaluasi, selama itu juga seorang pengawas mengamati semua sikap, gerak-gerik yang dilakukan oleh anak didik. Pengawasan yang dilakukan itu tidak hanya duduk berlama-lama di kursi, tapi dapat berjalan dari muka ke belakang sewaktu-waktu, sesuai keadaan.
     
       Sikap yang merugikan pelaksanaan evaluasi dari seorang pengawas adalah membiarkan anak didik melakukan hubungan kerja sama di antara anak didik. Pengawas seolah-olah tidak mau tau apa yang dilakukan oleh anak didik selama ulangan. Tidak peduli apakah anak didik nyontek, membuka kertas kecil yang berisi catatan yang baru diambil dari balik pakaian, atau membiarkan anak didik bertanya jawab dalam upaya mendapatkan jawaban yang benar. Lebih merugikan lagi adalah sikap pengawas yang dengan sengaja menyuruh anak didik membuka buku atau catatan untuk mengatasi ketidakberdayaan anak didik dalam menjawab item-item soal, Dengan dalih, karena koreksinya sistem silang, malu kebodohan anak didik diketahui oleh sekolah lain.
     
       Suasana evaluasi yang demikian tentu saja, disadari atau tidak, merugikan anak didik untuk bersikap jujur dengan sungguh-sungguh belajar di rumah dalam mempersiapkan diri menghadapi ulangan. Anak didik merasa diperlakukan secara tidak adil, mereka tentu kecewa, mereka sedih, mereka berontak dalam hati, mengapa harus terjadi suasana evaluasi yang kurang sedap dipandang mata itu. Di manakah penghargaan pengawas atas jerih payahnya belajar selama ini. Mungkin masih banyak lagi pertanyaan yang berkecamuk di dalam diri anak didik.
     
       Dampak di kemudian hari dari sikap pengawas yang demikian itu, adalah mengakibatkan anak didik kemungkinan besar malas belajar dan kurang memperhatikan penjelasan guru ketika belajar mengajar berlangsung, Hal inilah yang seharusnya tidak boleh terjadi pad a diri anak didik. Inilah dampak yang merugikan terhadap keberhasilan belajar mengajar.


DAFTAR PUSTAKA

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta, Jakarta, Cet.IV. 2010

0 komentar:

Post a Comment