Talak menurut bahasa arab, maksudnya melepaskan ikatan. Yang dimaksud disini adalah melepaskan ikatan perkawinan.
1. Hukum Talak
Hukum talak ada 4 perkara :
a. Wajib, yaitu apabila terjadi perselisihan antara suami dan istri, sedangkan untuk bersatu kembali sangat jauh dari kemungkinan, ataupun kedua hakim yang mengurus perkaranya keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya bercerai.
b. Sunnat, apabila suami sudah tidak sanggup lagi membayar kewajibannya (memberi nafkah) kepada istrinya, nafkah lahir maupun nafkah bathin, atau si istri tidak menjaga kehormatannya secara sempurna.
c. Haram dalam kedua keadaan : pertama menjatuhkan thalak ketika istri dalam keadaan haid, kedua menjatuhkan thalak ketika istri dalam keadaan suci dan telah melakukan persetubuhan dengannya.
d. Makruh, asal dari hukum talak sebenarnya.
2. Lafadz Talak
Lafadz talak ada dua macam :
a. Sharih (secara terang), yaitu lafadz yang tidak diragukan lagi ucapannya, seperti kata suami aku ceraikan engkau, atau aku talak. Lafadz yang secara terang ini tidak perlu dengan niat, berarti apabila suami telah melafadzkan demikian maka jatuhlah talak.
b. Kinayah (secara sindiran), yaitu lafadz yang masih ragu-ragu, boleh diartikan untuk perceraiaan atau boleh diartikan kepada yang lain, seperti kata suami pergilah engkau ke rumah orang tuamu, atau pergilah dari sini . lafadz ini tergantung kepada niat, artinya apabila tidak diniatkan untuk perceraian tidaklah jatuh talak. Akan tetapi apabila diniatkan di dalam hati suami untuk menjatuhkan talak barulah ia menjadi talak.
Orang-orang yang tidak sah menjatuhkan talak :
1. Orang gila
2. Orang dalam keadaan tidur
3. Orang yang dipaksa
3. Khulu’ (talak tebus).
Talak tebus artinya talak yang diucapkan oleh suami, dengan membayar dari pihak si istri kepada suami.
Perceraian yang dilakukan secara talak tebus ini berakibat, bekas suami tidak dapat diruju’ lagi, dan tidak boleh menambah talak pada waktu ‘iddah, hanya dibolehkan kawin kembali dengan akad yang baru.
4. Zhihar
Firman Allah dalam Surat Al-Mujadilah Ayat 2 :
الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنكُم مِّن نِّسَائِهِم مَّا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ ۖ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ ۚ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنكَرًا مِّنَ الْقَوْلِ وَزُورًا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ
Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
Yang dimaksud dengan Zhihar itu ialah seoarang laki-laki yang menyerupakan istrinya dengan ibunya sehingga haram atasnya seperti kata suami kepada istrinya :
“punggungmu aku lihat seperti punggung ibuku.”
Apabila seorang laki-laki atau suami mengatakan demikian dan tidak diteruskan kepada talak maka wajib atasnya membayar denda (kifarat).
Denda (kifarat) zhihar itu ada 3 tingkatan :
1. Memerdekakan hamba sahaya.
2. Kalau hamba sahaya tidak ada, hendaklah berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
3. Kalau tidak sanggup berpuasa, maka hendaklah memberi makan sebanyak 60 fakir miskin.
5. Macam Talak
Ada 3 macam talak :
1. Talak tiga, talak ini dinamakan “Bain Kubra”, bekas suami tidak boleh ruju’ kembali, tidak sah pula kawin lagi dengan bekas istrinya itu, kecuali apabila bekas istrinya itu sudah nikah dengan orang lain, serta sudah bercampur dengan suaminya yang baru itu dan sudah diceraikannya dan sudah puula habis masa ‘iddahnya, barulah suami yang pertama boleh menikahinya lagi.
Firman Allah dalam surat Al-baqarah : 230
فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنۢ بَعۡدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوۡجًا غَيۡرَهُ ۥۗ فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡہِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّآ أَن يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِۗ وَتِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ يُبَيِّنُہَا لِقَوۡمٍ۬ يَعۡلَمُونَ
kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.
2. Talak tebus, atau dinamakan “Bain Sughra”, suami tidak sah ruju’ lagi, tetapi boleh kawin kembali, baik dalam ‘iddah ataupun sesudah habis ‘iddahnya, dengan ketentuan harus diulangi akad nkah yang baru.
3. Talak satu, atau Talak dua dinamakan talak Raj’i, artinya si suamiboleh rujuk kembali kepada si istrinya selama si istri, masih dalam ‘iddah.
firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 228
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّـهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّـهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّـهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'[142]. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya[143]. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
6. ‘iddah
Firman Allah dalam surat At-Thalaq : 1.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ وَاتَّقُوا اللَّـهَ رَبَّكُمْ ۖ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِن بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَن يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّـهِ ۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّـهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ ۚ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّـهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَٰلِكَ أَمْرًا
Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.
Yang dimaksud dengan ‘iddah ialah masa menuggu yang diwajibkan kepada perempuan yang diceraikan (baik cerai hidup ataupun cerai mati), gunanya menuggu ini adalah untuk memastikan apakah si istri yang diceraikan itu hamil atau tidak.
وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ ۚ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.
Bagi perempuan yang hamil, iddahnya sampai dengan lahirnya anak dikandungnya itu, baik cerai mati atapun cerai hidup. Firman Allah dalam surat At-Thalaq ayat 4 :
وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِن نِّسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ ۚ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَن يَتَّقِ اللَّـهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.
Sedangkan bagi perempuan yang tidak hamil, ada kalanya cerai mati atau cerai hidup, bagi yang cerai mati ‘iddahnya 4 bulan 10 hari, bagi perempuan yang cerai hidup ‘iddahnya 3 kali suci
Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 234 :
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ۖ فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاللَّـهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
Kalau pun perempuan itu tidak haid lagi makanya ‘iddahnya sebanyak 3 bulan.
Perempuan-perempuan yang tidak haid ada 3:
1. Yang masih kecil (belum sampai umur)
2. Yang masih kecil (belum sampai umur, tetapi belum pernah datang haid).
3. Yang sudah pernah haid, akan tetapi karena sudah tua, maka darah haidnya tidak datang lagi.
HAK PEREMPUAN DALAM MASA ‘IDDAH
Perempuan yang dalam masa ‘iddah mempunyai hak :
1. Perempuan yang ta’at dalam ‘iddah ruj’iah (talak yang boleh dirujuk), berhak menerima dari bekas suaminya: tempat tinggal (rumah), pakaian dan segala belanja, terkecuali istri yang durhaka, dia tidak berhak menerima apa-apa.
2. Perempuan yang dalam ‘iddah bain, kalau ia mengandung, ia berhak juga mengambil tempat tinggal, nafkah dan pakaian.
3. Bain yang tidak hamil, baik bain dengan talak tebus maupun dengan talak tiga, mereka hanya berhak mengambil tempat tinggal.
4. Bagi perempuan dalam keadaan ‘iddah karena suaminya meninggal dunia, tidak mempunyai hak sama sekali, karena dia anaknya yang berada dalam kandungan telah mendapat pembagian pusaka dari suaminya yang meninggal dunia.
1. Rujuk
Yang dimaksud dengan rujuk ialah mengembalikan istri yang telah ditalak kepada perkawinan semula sebelum diceraikan.
2. Lafadz Rujuk
1. Dengan secara terang-terangan, seperti suami mengatakan : saya rujuk kepadamu, atau kembali kepadamu, atau saya kembali kepadamu”.
2. Dengan perkataan sindiran, seperti kata suami; “saya cium kamu, saya pegang kamu dan sebagainya.
3. Hukum Rujuk
Hukum ruju’ ada 5 :
1. Wajib, terhadap suami yang mentalakkan istrinya sebelum ia sempurnakan pembagian waktunya terhadap istri yang ditalak.
2. Haram, apabila rujuk itu bertujuan untuk menyakiti si istri.
3. Makruh; kalau sekiranya perceraian itu lebih baik daripada bersatu.
4. Jaiz (boleh) adalah hukum ruju’ itu asal tujuannya baik.
5. Sunat; jika rujuk; itu bertujuan untuk memperbaiki keadaan istri, atau ruju’ lebih baik untuk mereka berdua.
Syarat-syarat bagi suami yang boleh merujuk :
1. Berakal,
2. Baligh,
3. Dengan kemauan sendiri,
4. Tidak murtad.
Syarat-syarat istri yang harus dirujuk
1. Sudah pernah bercampur
2. Di talak tanpa bayaran (khulu’)
3. Bukan talak tiga
4. Bukan fasakh (bukan disebabkan pembatalan nikah)
4. Syarat-syarat rujuk
1. Tidak dibatas dengan sesuatu masa dan waktu. Suami tidak boleh rujuk kepada istrinya dalam masa yang ditentukan; misalnya ruju’ hanya untuk seminggu dan sebagainya. Sebagai contoh, suami berkata kepada istrinya; “aku kembali kepadamu diatas nikahku cuma selama satu minggu.”
2. Tidak tergantung dengan suatu syarat. Misalnya suami berkata kepada istri yang telah ditalaknya “aku kembali kepada engkau diatas nikahku jika engkau mau’. Rujuk yang dibatasi dengan waktu atau dengan suatu syarat hukumnya tidak sah.
5. Fasakh
Yang dimaksud dengan fasakh ialah perceraian yang berlaku diantara suami dan istri disebabkan timbul sesuatu hal yang boleh membatalkan akad nikah.
Dasar Pokok Hukum Fasakh
Dasar pokok hukum fasakh ialah salah seorang dari suami istri, atas kedua-duanya merasa dalam perkawinannya, disebabkan masing-masing mereka tidak mendapatkan hak-hak yang telah ditentukan oleh hukum syara’ sebagai seorang istri atau pun sebagai seorang suami.
Apabila salah seorang dari keduanya tidak merasa sanggup untuk meneruskan perkawinan, dan kalau diteruskan juga suasana kehidupan rumah tangga mereka akan bertambah buruk, maka untuk kebaikan suami dan istri, Islam mengharuskan fasakh, karena agama Islam tidak menginginkan pergaulan hidup suami istri itu akan merugikan kedua belah pihak.
Sebab-Sebab yang Mengharuskan Fasakh
Menurut hukum syara’, sebab-sebab perkawinan seseorang itu harus difasakhkan atau dibatalkan diantaranya :
1. Berlaku penipuan, baik penipuan dari pihak suami maupun dipihak istri; misalnya seseorang laki-laki mandul yang tidak dapat memberikan keturunan, maka pihak istri berhak meminta fasakh kepada suaminya bila ia mengetahui suaminya itu mandul, kecuali istrinya itu tetap memilih untuk menjadi istrinya dan ridha disetubuhi oleh suaminya itu.
2. Seorang laki-laki yang mengawini seorang perempuan dan mengaku dirinya sebagai orang yang baik-baik, tetapi ternyata setelah hidup bersama dalam rumah tangga, laki-laki itu adalah seorang yang fasik, maka dalam hal, ini istri punya hak minta fasakh untuk membatalkan akad nikahnya.
3. Seorang laki-laki yang akan kawin dengan seorang perempuan yang mengaku dirinya masih perawan atau gadis, tetapi ketika melakukan persetubuhan pada malam pertama ternyata perempuan itu sudah janda, hal ini mengharuskan juga fasakh, dan suami berhak meminta ganti rugi maharnya.
4. Seorang laki-laki mengawini perempuan, ternyata pada diri perempuan itu ada penyakit pada dirinya sehingga tidak dapat untuk dicampuri,misalnya keluar darah yang berterusan pada rahimnya, atau didapati pada alat kelamin perempuan itu sesuatu benda yang menjadi penghalang untuk melakukan hubungan kelamin, misalnya tumbuh daging atau tulang, maka didalam hal ini pernikahan boleh dibatalkan.
5. Seorang laki-laki yang mengawini seorang perempuan, ternyata didapati perempuan itu menderita suatu penyakit seperti : gila, kusta, sopak dan sebagainya maka dalam hal ini pernikahan boleh dibatalkan.
6. Bila seorang istri mendapatkan kecacatan pada suaminya, seperti lemah syahwat, kemaluan yang terpotong, tidak bernafsu dan sebagainya, maka dalam hal ini si istri berhak menuntuk fasakh.
Hikmah Fasakh
1. Hal ini menunjukkan bahwa allah dan Rosulnya tidak sekali-sekali membenarkan berlakunya penipuan dan pemalsuan dari semua bentuk akad, apa lagi akad dalam perkawinan.
2. Islam memberikan hal memilih suami istri selepas akad, apa lagi akad dalam perkawinan.
3. Islam memberikan hak memilih kepada suami istri selepas akad nikah diatas perkara-perkara yang akan menghalangi mencapai tujuan perkawinan yang dikehendaki oleh syara’.
4. Perkawinan lebih penting daripada jual beli, dan syarat-syrat dalam perkawinan lebih utama untuk dipenuhi.
5. Keharusan fasakh adalah sebagai lambang dari ajaran islam yang menghendaki keadilan untuk kebaikan umatnya, hal ini bertujuan supaya mereka hidup dalam suasana rumah tangga yang aman dan damai, tidak tertekan jiwanya oleh perasaan yang mengganggu ketentraman hidupnya.
Tidak Memberi Nafkah
Menurut hukum syara’; apabila suami tidak memberikan nafkah kepada isrinya sedangkan ia mempunyai harta atau pekerjaan maka haruslah bagi istri itu menuntut fasakh.
Akan tetapi bila seorang suami tidak dapat memberikan nafkah kepada istrinya disebabkan tidak mempunyai pekerjaan atau karena sakit maka tidak harus bagi istrinya menuntut fasakh.
Begitu juga sekiranya seorang suami yang tidak dapat memberikan nafkah batin kepada istrinya dengan secukupnya dan tidak memberikan kepuasan kepada istrinya, maka harus bagi istri tersebut menuntut fasakh.
Bagi seorang suami yang menghilang diri entah kemana (ghaib) tanpa berita, dan tidak memberikan nafkah kepada istrinya, maka istrinya berhak menemui hakim untuk minta fasakh.
DI ANTARA SEBAB BERLAKUNYA PERCERAIAN
Diantaranya penyebab-penyebab berlakunya perceraian itu ialah :
1) Kurangnya didikan agama, sehingga pasangan suami dan istri tidak mengetahui hak dan kewajiban dalam berumah tangga.
2) Karena cemburu buta seperti suami tidak percaya kepada istrinya, begitu juga dengan istri tidak mempercayai suaminya.
3) Karena dalam rumah tangga yang dibina itu sering turut campur pihak ketiga, baik pihak ibu ayah istri ataupun pihak ayah ibu suami.
4) Pendapatan suami yang tidak memadai, sehingga menyebabkan selalunya kekurangan nafkah yang harus diberikan kepada istrinya.
5) Karena kawin yang dipaksa, sehingga rasa cinta dan kasih sayang tidak bersemi dalam rumah tangga.
6) Karena tidak mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari kedua belah pihak, baik pihak dari keluarga suami ataupun pihak keluarga si istri.
7) Tidak adanya persesuaian, baik pikiran yang selalu bertentangan dan lain-lainnya.
8) Karena beristri lebih dari satu.
9) Terlalu tergesa-gesa mengambil tindakan, walaupun urusan yang kecil.
10) Masing-masing mengutamakan egonya sendiri, sehingga tidak ada yang mengalah antara kedua belah pihak dalam krisis yang dihadapi.
11) Tidak ada perasaan kasih sayang antara suami danistri, atau kedua-keduanya tidak ada saling hormat menghormati.
12) Istri yang suka melawan kepada suami, keras hati dan tidak mau mendengar nasihat dari suaminya.
AKIBAT-AKIBAT YANG DITIMBULKAN DARI PERCERAIAN
1. Bagi perempuan yang telah menjadi janda, dia akan mengalami masalah lahir bathin.
Masalah lahir seperti : makan minum, pakaian dan tempat tinggal. Walaupun perempuan yang janda itu masih mempunyai ibu dan ayah, atau saudaranya, akan tetapi untuk menanggung beban hidup seorang janda bukanlah suatu hal yang mudah, apalagi kalau janda itu sudah mempunyai anak. Biasanya apabila terjadi perceraian, anak lebih suka tinggal bersama ibunya. Akan tetapi masalah yang akan timbul, bagi seorang perempuan yang janda, untuk menanggung dirinya sendiri saja rasanya dia sudah tidak mampu, apalagi untuk menanggung hidup anak-anaknya.
Satu maslah lagi yang akan menekan jiwa dan perasaaan anak ialah apabila ibunya kawin lagi dengan laki-laki yang lain, maka anak tersebut telah berayah tiri. Apa lagi perasaan anak tadi akan lebih tersiksa apabila ayah tirinya sangat membencinya.
Sedangkan masalah bathin pun lebih banyak lagi , misalnya masalah nafsu kelamin, sebab bagi perempuan yang hidup menjanda, ia akan mengalami gangguan jiwa, rasa malu pada masyarakat di sekelilingnya, anggapan buruk masyarakat kepadanya dan lain-lain.
2. Bagi seorang suami ia pun akan merasakan kesepian, disebabkan ketiadaan istri yang selama ini menjadi teman hidupnya dalam rumah tangga, serta tidak ada penghibur hati di masa-masa yang diharapkan.
3. Suami terpaksa mengerjakan pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh istri.
4. Bagi mereka yang mempunyai anak, kadangkala terpaksa berpisah dengan anak-anaknya yang selama ini sering terdengar gelak tertawanya di dalam rumah.
5. Masalah keuangan dan ekonomi sudah mulai merosot, disebabkan tidak ada lagi orang yang akan mengontrol keuangan dalam berbelanja.
6. Apabila selalu kesepian, besa kemungkinan si suami akan terjerumus ke lembah dosa, seperti ketempat pelacuran dan sebagainya.
7. Akan menimbulkan perasaan malas, karena sudah tidak ada perasaan tanggung jawab dalam berumah tangga.
8. Hukuman dari masyarakat, yaitu masyarakat akan menganggap suami yang tidak bertanggung jawab dalam berumah tangga.
9. Masyarakat juga akan mengutuk suami itu, karena telah memutuskan kasih sayang dengan anak-anaknya.
10. Si suami akan dituntut di hari akhirat, apabila dengan sebab perceraian itu, pendidikan anak-anaknya menjadi tak tentu arah.
Silakan klik link untuk melihat tulisan mengenai
-
TALAK DAN RUJUK